Sabtu, 23 Agustus 2014

BAB III Konsep Menghilangkan Mudarat

Tujuan syariah dalam hubungannya dengan masyarakat umum adalah untuk menjamin kepentingan umum dan mencegah mudarat dari masyarakat itu sendiri. Tujuan ini telah ditegaskan dalam berbagai aturan dari hukum islam. aturan ini memberikan mekanisme bagi individu untuk melindungi dirinya sendiri dari mudarat yang pasti, atau dari mudarat yang diperkirakan yang akan terjadi. Prinsip menghilangkan mudarat telah dipelajari secara khusus dalam bidang akad dan transaksi bisnis. Prinsip ini juga tercantum dalam kaidah - kaidah Fiqh. Beberapa kaidah dan penerapannya akan dibahas dibawah ini.

Menghilangkan Mudarat

Ini merupakan hadist yang terkenal dari Rasulullah SAW, yang juga menjadi kaidah hukum islam. Hadist ini telah diinterpretasikan kedalam 2 cara :
1. Mudarat tidak dibolehkan,apakah sebagai inisiatif atau sebagai tindakkanbalas.
2. Tidak boleh seseorang membahayakan orang lain dan tidak boleh ada seorangpun
yang mendekati karenanya.

Makna Kaidah

Makna dari kaidah diatas adalah tidak boleh membuat mudarat pada seseorang dalam keadaan apapun dan mudarat itu tidak seharusnya dibalas dengan mudarat lain. Kaidah tersebut menganjurkan kepada seseorang yang menderita kesusahan, agar tidak membuat kesusahan kepada orang lain seperti kesusahan yang dideritanya. Jadi, jika si A. merusak harta si B, maka si B tidak boleh merusak barang si A sebagai tindakan pembalasan. Jika si B melakukan demikian, maka dia wajib mengganti kerugian yang dibuatnya kepada si. Jadi, kaidah itu melarangdan tidak membolehkan membalas suatu mudarat dengan mudarat lain.

Penerapan Kaidah

Kaidah itu dapat diterapkan pada berbagai ketentuan dan ketetapan hukum islam. ketentuan - ketentuan ini pada umumnya berfungsi sebagai tindakan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya mudarat dan mencegah mudarat itu sebelum terjadi. Beberapa penerapan dari kaidah ini adalah: (i) Hukum pencegahan (hajr), (ii) Hukum pre- emption (Haqq al- Shuf'ah), (iii) melanjutkan kontrak bagi hasil hinnga masa panen, (iv) kewajiban pekerja tempahan, dan (v) penalty terhadap macetnya pembiayaan murabahah.

1. Hukum Pencegahan (hajr)

Hukum islam telah membuat batasan - batasan terhadap muatan - muatan akad dari suatu pihak yang memiliki karakter yang membahayakan orang lain. Tindakan mencegah seseorang dari transaksi tersebut disebut hajr dalam hukum islam. Hajr adalah mencegah orang tertentu dari menyia - nyiakan hartanya. Hukum pencegaha diwajibkan syariah untuk menyelamatkan hak dan kepentingan masyarakat yang diakibatkan oleh karakter orang - orang tertentu. Alasan - alasan penting dari pencegahan tersebut adalah:

(i) Safah atau Pemborosan

(ii) Penyakit yang mematikan

(iii) Kebangkrutan

Safah atau pemborosan
Safah atau pemborosan adala satu alasan dari hukum pencegahan menurut mayoritas utama Fiqh.keabsahan pencegah pemborosan dinyatakan dalam ayat ke- 6 surat An- Nisa yang mengatakan: "Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur dan kawin. Jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta - hartanya ...".

Safah adalah kebalikan dari kata Rushd, yang mementingkan penanganan masalah keuangan sesuai dengan akal Rasio. Jadi, Rashid menurut Jumhur ulama adalah seseorang yang dapat mengidentifikasi hal - hal yang dapat menyebabkan keuntungan dan kerugian, serta bertindak menurut ilmunya untuk menyelamatkan hartanya. Ulama terkenal mazhab Syafe'I mengatakan bahwa Rushd akan ada pada orang yang memiliki keadaan sebagai berikut:

(i) Ketika dia mampu melakukan tugas dan kewajiban agamanya dengan baik.
(ii) Ketika dia berperilaku rasional dalam urusan pribadinya.
(iii) Ketika dia bebas dari segala hal yang membalasnya pada penyesalan , dan
(iv) Ketika dia tidak boros, dalam arti tidak menyia - nyiakan hartanya dengan membiarkan dirinya tertipu dalam transaksi bisnis oleh penipu.

Pengadilan juga dapat menahan atau mengambil kewenangannya jika pengadilan melihat alasan - alasan yang adil untuk melakukan demikian.

Penyakit mematikan (Marad al- Maut)
Penyakit mematikan adalah jenis penyakit yang menyebabkan kematian dalam banyak kasus, dan penyakit yang membuat penderitanya tidak mampu menjaga segala sesuatu di luar rumahnya jika si penderita laki - laki, dan tidak mampu menjaga segala urusan - urusan rumahnya jika si penderita perempuan, di mana si pasien meninggal dunia dalam mengidap sakit tersebut sebelum lewat satu tahun dari mulai sakitnya.
Penyakit mematikan dianggap merupakan salah satu kendala terhadap suatu tindakan yang diambil untuk melindungi kepentingan orang - orang tertentu, seperti melarang seseorang pemegang harta gadai untuk menjual harta gadai tersebut, Karena harta gadai itu dimaksudkan sebagai jaminan hutang dan merupakan kepentingan orang yang menghutangkan.

Transaksi - transaksi yang dilakukan oleh pasien yang berada diambang kematiannya terdiri dari dua jenis :
(a) Transaksi tanpa suatu timbale balik (searah). Seseorang yang menderita penyakit
mematikan dilarang menggunakan lebih dari sepertiga hartanya untuk satu transaksi seperti ini. Hal ini dilakukan untuk melindungi kepentingan ahli warisnya,
sebab penempatan harta searah ini seperti donasi, wakaf, sedekah, dianggap merupakan hadiah, yang dibolehkan sampai maksimum sepertiga dari hartanya.
(b) Transaksi dengan suatu timbal balik (dua arah). Jika penempatan hartanya bersifat dua arah dan tidak berpihak kepada seseorang, misalnya jual beli dengan nilai pasar, maka penempatan harta itu sahdan efektif di masa hidup pasien.

Taflis (Bangkrut)
Seseorang dikatakan bangkrut ketika hutangnya melebihi assetnya dan pengadilan atas permintaan yang memberikan piutang menjatuhkan perintah untuk menghentikan segala pemindahan hak olehnya. Inisiatif aturan ini dibuat oleh Rasulullah SAW. Diriwayatkan bahwa Mu'az bin Jabal adalah orang yang baik hati dan selalu membagi bagikan hartanya pada orang lain sebagai hadiah.

2. Law of Pre - emption
Kata Shuf'ah berarti menggabungkan segala sesuatuuntuk menambah kekuatannya. Secara teknis shuf'ah adalah hak untuk memaksa pembeli barang (barang tak bergerak) mentransfer kepemilikannya kepada pihak penuntut dengan syarat si pembeli tadi telah membelinya. Shuf' ah adalah hak dimana seseorang memiliki hak itu (disebut pre- emptor)digantika posisinya oleh pembeli dari harta tak bergerak itu. Dengan kata lain Shuf' ah adalah hak untuk memiliki dengan paksa suatu barang dengan cara membeli paksa barang tersebut kepada orang yang telah membelinya.

Shuf'ah juga didefinisikan sebagai hak dimana pemilik barang (tak bergerak) tertentu memiliki barang tertentu memiliki barang tersebut (untuk menikmatinya), memperolehnya dengan cara menggantika posisi pembeli barang (tak bergerak) tertentu yang bukan miliknya, dengan syarat barang tersebut telah dijual kepada orang lain.

Tujuan utama mengakui hak pre- emption adalah untuk menghindari berbagai bahaya yang dapat terjadi pada pemilik atau tetagga dengan masuknya orang ketiga dari luar.

Dasar justifikasi hak pre- emption adalah sbb:

(1) Kesulitan dan ketidaknyamanan dari suatu kepemilikan bersama lebih dipentingkan dari pada pembeli asing (pihak luar), dan merelakan orang asing masuk, boleh jadi membuat partner kita meninggalkan hartanya karena ketidaknyamanannya.

(2) Konsepsi demokrasi dalam hukum waris cenderung untuk membagi - bagi harta keluarga, dan hak pre- emption dianggap dapat mencegah kejahatan yang dapat ditimbulkan oleh pembagi - bagian harta tersebut.

(3) Sharaya-ul-islam telah membolehkan hak ini, dimana pembagian - bagian ini akan menyebabkan kerugian dan kerusakan.

(4) Hedaya telah memberikan pengakuan atas hak pre- emption untuk mencegah ketidaknyamanan yang timbul.

(5) Sekali lagi, ini menjelaskan bahwa prinsip dasar Shafa dalam hubungan antara property dengan objeknya adalah untuk mencegah kemarahan / ketidak nyamanan yang muncul dari tetangga yang tidak setuju.

3. Melanjutkan kontrak bagi hasil sampai masa panen tiba
Menurut aturan Fiqh, kontrak muzara'ah berhenti dengan meninggalkannya kedua belah pihak atau salah satu pihak yang melakuka transaksi. Meskipun demikian aturan ini tidak mencakup peristiwa dimana pemilik lahan pertanian meninggal dunia ketika ketika tanaman sedang tumbuh.

4. Kewajiban Pekerja Tempahan
Aturan umumnya, seseorang penerima amanah tidak mempunyai kewajiban mengganti kehilangan harta yang diamanahkan kepadanya jika kehilangan itu tanpa kesalahan dan kecebohan si penerima amanah. Tetapi dalam kasus pekerja tempahan dan pedagang, seperti penjahit, tukang emas, pembuat sepatu, dan lain - lain. Alasan dari ketetapan hukum ini adalah bahwa memberlakukan aturan "tidak wajib" untuk membayar kerugian oleh pekerja tempahan yang diberi kepercayaan, dapat membuat mereka lalai dari menjaga barang ditangan mereka, yang menyebabkan kerugian besar dari pihak pemilik. Jadi, demi kepentingan masyarakat banyak, pekerja tempahan diwajibkan membayar ganti rugi.

5. Penalti / denda atas gagal bayar dalam pembiayaan murabahah
Di bank konvensional, dimana hutang berbasis bunga diberikan kepada nasabah, jumlah hutang terus bertambah menurut lamanya periode gagal bayar. Tapi dalam pembiayaan Murabahah dan Ijarah, dua sumber hutang terbesar di bank Syariah, sekali harga di tetapkan, maka harga tersebut tidak boleh bertambah.
Untuk mengatasi masalah itu, beberapa ulama kontemporer telah menyarankan agar nasabah yang tidak jujur tersebut yang gagal membayar tepat waktu secara sengaja diwajibkan membayar denda kepada lembaga keuangan atas kerugian yang mungkin diderita akibat gagal bayar itu.
Hal tersebut didasarkan pada argumentasi bahwa Rasul SAW telah mengecam orang yang menunda - nunda pembayaran hutangnya tanpa sebab yang sa. Dalam hadist yang terkenal, beliau bersabda :
"Orang yang tidak baik, yang menunda - nunda pembayaran hutangnya, berarti membawa dirinya sendiri kepada hukuman dan penghinaan. Al- Qur'an mengatakan:
"Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan" (QS. Al- Baqarah, 2:80).
Dalam resolusi yang lain pada tahun 2000, pernyataan diatas dikuatkan lagi, tapi dengan menambahkan: 'Diperbolehkan memasukkan suatu pasal denda dalam semua akad keuangan kecuali jika komitmen awal adalah hutang. Menetapkan pasal denda dalam akad hutang adalah Riba. Dicatat juga bahwa: 'kerugian yang dapat dibayar adalah kerugian financial yang diakibatkan oleh klien., beberapa kerugian material lain dan keuntungan tertentu yang hilang akibat gagal bayar klien tersebut. Tidak termasuk kerugian moral.
Tanggapan yang paling baru terhadap masalah ini, dating dari Accounting and Auditing Organization of Islamic Financial Institutions (AAOIFI),Bahrain. Menurut Institut ini, mengenakan penalty terhadap gagal bayar adalah otomatis.
Aturan ini didasarkan pada suatu ketetapan hukum yang dibuat oleh beberapa ulama Fiqh mazhab Maliki yang mengatakan jika seseorang yang berhutang diminta untuk membayar sejumlah uang tertentu dalam kasus gagal bayar, maka itu tidak dibolehkan dalam syariah, sebab uang itu merupakan bunga.

Kaidah :
Artinya : Kemudaratan itu harus dihilangkan
Sejumlah ayat al- Qr'an memberikan dalil - dalil dasar atas kaidah ini
(i) "Jaganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan" (QS. 2:231).
(ii) "Jaganlah seseorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya" (QS.2:233).
(iii) "Jaganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka" (QS. 65:6).

Makna Kaidah
Kaidah ini member solusi ketika suatu mudarat terjadi, maka tindakan - tindakan yang tepat harus diambil untuk menghilangkan mudarat tersebut. Kaida ini memberikan jalan keluar pada pihak yang menderita kerugian.
Penerapan Kaidah

Kaidah ini telah memperhatikan sejumlah ketentuan syariah dan hukum yang terkait dengan kontrak dan transaksi bisnis. Beberapa ketentuan - ketentuan yang meliputi aturan ini adalah sebagai berikut:

Khiyar al- Ayb (hak untuk membatalkan kontrak karena barangnya cacat).
Khiyar al- Ghabn (hak untuk membatalkan kontrak karena penipuan).
(iii) Penghentian kontrak dengan beberapa keadaan.

1. Khiyar al - Ayb (hak untuk menukar barang karena cacat)
Khiyar al- Ayb adalah suatu hak yang diberikan kepada pembeli dalam kontrak jual beli untuk mebatalkan kontrak jika si pembeli menemukan cacat dalam barang yag telah dibelinya sehingga menurunkan nilai barang itu.

Khiyar al- Ayb itu didasarkan pada hadist - hadist berikut:
(i) "Barang siapa yang menipu orang lain, bukan dari golongan kami".
(ii) "Tidak dibolehkan bagi penjual untuk menjual sesuatu yang rusak kecuali dia menunjukkan suatu kerusakan itu kepada pembeli.

2. Kiyar al- Ghabn (hak untuk membatalkan kontrak karena penipuan)

Khiyar al- Ghabn ini dapat diimplementasikan dalam situasi seperti berikut ini:
(i) Tasriyah.
Tasriyah bermakna mengingat kantong susu unta betina atau kambing supaya air susu itu berkumpul dikantong susunya untuk memberikan kesan kepada yang berniat membeli bahwa air susunya banyak.
(ii) Tanajush.
Tanajush bermakna menawar harga yang tinggi untuk suatu barang tanpa niat untuk membelinya, dengan tujuan semata - mata untuk menipu orang lain yang benar - benar ingin membeli barang tersebut.
Najash atau Tanajush adalah suatu factor pembatal kontrak dan menjadikan kontrak itu dapat dibatalkan.

(iii) Ghabn Fahisy
Ghabn Fahisy, adalah kerugian besar yang diderita oleh suatu pihak dalam kontrak sebagai hasil dari penggelapan atau penggambaran yang sah, atau penipuan yang dilakukan oleh pihak lain.

Dampak Gabn Fahisy
Ulama Mazhab Hanafi berpendapat bahwa kerugian besar yang diderita oleh suatu pihak, bukan merpakan penyebab untuk membatalkan kontrak.
(iv) Talaqqi al- Rukban
Ini merupakan bentuk lain dari penipuan dan penggambaran keliru yang memberikan hak kepada si pembeli untuk membatalkan kontrak.
Contoh ini merupakan bukti bahwa hukum - hukum ini ditunjukkan pada situasi dimana suatu mudarat telah terjadi pada suatu pihak dan menyediakan jalan keluar padanya.

3. Pemberhentian kontrak secara prematur atau penetapan kembali kewajiban - kewajiban pihak yang melakukan kontrak pada keadaan yang tidak lazim.

Salah satu area penting dari penetapan kaidah ini adalah pemberhentian kontrak secara premature disebabkan terjadi suatu keadaan yang tidak memungkinkan untuk melakukan kontrak seperti yang disepakati. Syarat - syarat itu adalah

1. Keadaan itu harus bersifat pengecualian umum, bukan pengecualian khusus.
2. Keadaan itu harus tidak dapat diprediksi dan diperkirakan.
3. Keadaan itu harus membuat kewajiban kontrak menjadi begitu berat sehingga orang yang memiliki kewajiban memenuhi kontrak itu dibayangi dengan kerugian yang luar biasa.

Aturan untuk menghilangkan Mudhorat
Hukum islam mewajibkan aturan - aturan tertentu yang harus diperhatikan dalam menghilangkan mudarat. Kaidah - kaidah berikut berfungsi sebagai pengontrol untuk kaidah yang disebutkan diatas.

Aturan Pertama.
Contoh lain tentang konflik antara dua mudarat adalah satu kasus dimana seseorang pelanggan kehilangan koinnya dalam suatu mesin. Koinnya boleh direlakan hilang dari pada harus merusak mesin yang harganya jauh lebih mahal untuk mendapatkan koin tersebut.

Aturan Kedua
Hukum islam jika memenuhi Syarat - syarat tertentu:
1. Kepentingannya harus asli dan nyata, yaitu maslahat yang berlawanan dengan suatu kepentingan tertentu.
2. Maslahat itu harus umum (kulli) sehingga dapat menjamin manfaat atau menghindari mudarat pada semua orang bukan pada orang - orang tertentu atau grup - grup tertentu.
3. Maslahat itu tidak bertentangan dengan suatu prinsip atau nilai yang dipegang oleh nash atau ijma.

1. Pematokan harga (Tas'ir)
Tas'ir atau pematokan harga oleh pemerintah tidak disetujui oleh syariah dalam kondisi normal. Tapi dalam kondisi dimana pedagang melakukan manipulasi pasar dan mengambil keuntungan yang sangat besar sehingga kepentingan masyarakat umum dalam keadaan bahaya, maka pemerintah punya hak untuk meregulasi harga dan keuntungan demi melindungi konsumen.
2. Perpajakan
Sebagai aturan umum, perpajakan tidak direkomendasikan dalam syariah. Tapi, ketika sumber - sumber keuangan pemerintah tidak mencukupi untuk menyelenggarakan pekerjaan yang menyejahterakan masyarakat seperti membangun jalan raya, rumah sakit dan lain - lain.
3. Penjualan yang berlawanan dengan kemauan pemilik
Biasanya Pemerintah tidak mempunyai hak untuk memaksa pemilik harta untuk menjual atau menyewakan hartanya diluar kemauannya. Tapi, dalam kasus kelaparan dan kelangkaan bahan pangan, pemerintah dapat memaksa pemilik bahan makanan untuk menjualnya kepada masyarakat.

Aturan Ketiga
Makna Kaidah
1. Ketika suatu hal atau perbuatan diragukan antara kehahalan dan tidaknya, seperti ada dalil yang menghalalkannya dan ada juga dalil yang melarangnya.
2. Ketika seseorang menggunakan haknya dimana hak itu membawa kebaikan bagi dirinya dan pada saat yang sama membawa keburukan bagi orang lain, maka dia dilarang untuk menggunakan haknya itu.

Aturan Keempat :

Maknanya : "Kemudaratan tidak boleh dihilangkan dengan kemudaratan yang semisal."

Majallah mengilustrasikan kaidah ini dengan contoh berikut :
"Jika suatu cacat (kerusakan) pada barang yang dijual diketahui setelah barang diserahkan kepada pembelidan selama ditangan pembeli timbul kerusakan yang lain akibat digunakan, maka hak pembeli intuk mengembalikan barang tersebut kepada penjual tidak berlaku lagi (karena ada kerusakan baru), tapi si pembeli masih memiliki hak untuk meminta pengurangan harga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar