Sabtu, 23 Agustus 2014

BAB VI Kaidah-kaidah Penggunaan Harta Milik Orang Lain

Menjaga dan melindungi harta milik orang lain melalui tata cara yang sesuai hukum adalah salah satu tujuan hukum islam. Islam menganggap harta seseorang sebagai sesuatu sesuatu yang sakral dan tidak dapat diganggu gugat sebagaimana hidup dan kehormatannya.

Makna Izin
Kata "Izin" yang ada dalam kaidah merujuk pada dua keadaan :

Di mana pemiliknya dengan persetujuannya sendiri menjual, meminjamkan, atau menyewakan suatu barang pada pihak tertentu.
dimana ia memberikan wewenang kepada pihak tertentu untuk menggunakan hartanya sebagai wakilnya.
Pengecualian
Kaidah diatas membolehkan pemerintah dalam keadaan-keadaan yang memaksa untuk menggunakan harta seseorang tanpa seizin pemiliknya. Pengecualian-pengecualian ini diakui dalam hukum islam sebagaimana berikut :

Pengadilan dapat menjual harta benda pemilik hutang meski tanpa seizinnya untuk memenuhi tuntutan dari si pemberi hutang.
Pemerintah dapat menguasai suatu harta benda demi kepentingan publik.
Namun, seseorang yang bukan menjadi pemiliknya,dapat menggunakan harta orang lain dalam keadaan-keadaan berikut:

Hukum Islam mebolehkan pemberi hutang untuk mengambil sejumlah harta atau uang yag setara dengan nilai hutang dari harta milik orang yang berhutang kepadanya apabila ia tidak sanggup membayar hutangnya.
Diperbolehkan bagi seorang wali yang miskin untuk mengambil sejumlah uang atau harta dari harta milik orang yang ada dibawah perwaliannya, dengan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Hal ini merupakan alasan murni yang diakui oleh syariah.
Berikut beberapa aturan berdasarkan kaidah di atas:

Penggunaan harta anak yatim oleh qadhi (hakim)adalah sah hanya ketika penggunaan tersebut sesuai dengan kepentingan anak yatim tadi.
Seorang wali tidak boleh menggunakan harta milik orang yang berada dalam perwaliannya dengan tujuan memberikannya sebagai pinjaman dan menghadiahkannya pada orang lain.
Seorang wali boleh menjual hart milik orang yang berada dalam perwaliannya,
apabila harta itu diserobotorang lain.

BAB V Status dan Wewenang Hukum Islam

Suatu praktik yang berlaku umum ditengah - tengah masyarakat (urf) diperhitungkan sebagai salah satu sumber hukum dalam syariah. Adat kebiasaan memberikan suatu dasar (dalil) bagi keputusan pengadilan dimana seseorang hakim mempunyai alternative dalam menghakimi suatu perkara. Adat kebiasaan itu juga memberikan bantuan dan bimbingan interpretasi yang menolong seorang hakim untuk menginterpretasikan ketentuan - ketentuan hukum dari al - Qur'an dan Sunnah.

Suatu kebiasaan dapat diakui sebagai satu sumber hukum dan sebagai satu kewenangan dalam keputusan pengadilan ketika memenuhi syarat - syarat tertentu, yaitu :

Kebiasaan itu harus merupakan kebiasaan yang paling banyak terjadi dan merupakan tradisi umum. Tradisi sekelompok orang tidak dapat dianggap memiliki kewenangan.
Kebiasaan itu harus tidak bertentangan dengan ajaran/perintah syariah. Kebiasaan itu harus tidak menyalahi prinsip - prinsi hukum islam. Misalnya, Praktikbagi hasil panen dengan dasar satu produksi yang tetaplotre, dan hadiah atas hutang tidak diperbolehkan, karena praktik itu bertentangan dengan syariah.
Kebiasaan itu harus tidak bertentangan dengan syarat suatu kesepakatan. Jika terjadi pertentangan, kesepakatanlah yang akan menang dan bukan kebiasaan. Misalnya, biaya registrasi formal dalam jual-beli barang biasanya dibayar oleh pembeli.
Penerapan Kaidah

'Urf sebagai satu dasar ketentuan syariah dapat dipahami melalui sejumlah fatwa dan ketentuan syariah dalam literature fiqh. Kami telah pilihkan beberapa ketentuan dari literatur fiqh kontemporer.

1.Kehalalan jual-beli 'arbun (jual-beli dengan uang muka).

Jual beli 'arbun adalah suatu transaksi dimana seseorang membeli suatu barang dan membayar sejumlah uang di muka kepada penjual, dengan syarat jika transaksi selesai, maka uang muka tadi akan diperhitungkan kedalam total harga.

2.Syarat - syarat yang tidak sah

Contoh syarat yang tidak sah adalah menyaratkan bahwa penjual akan tetap tinggal dirumah. Yang telah dijualnya sampai priode yang ditentukan sebelum diserahkan kepada pembeli.

3.Klausul denda dalam Kontrak.
Merupakan kebiasaan umum bahwa dalam kontrak ekspor-impor, atau proyek konstruksi, kontrak tersebut mengandung suatu Klausul. Jika Kontraktor atau orang yang berhutang tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam dalam priode tertent, maka dia bertanggung jawab untuk mengganti kerugian yang disebabkannya kepada orang yang berhutang.

4.Waqaf harta tak bergerak.
Aturan yang telah dibangun dalam hukum islam tentang waqaf adalah waqaf itu hanya terkait dengan harta tak bergerak saja. Alasanya, harta bergerak cenderung rusak dan hilang, maka sebagai konsekuensinya tidak dapat dialokasikan kedalam waqaf.

5.Jual-beli hak pengusiran (Pugree)
Dia anak Benua Asia (Asia Selatan, uang ganti ini disebut Pugree dan di Dunia Arab disebut Badal Al- Khulww (ganti rugi hak pengusiran. Si penyewa melalui Pugree pada dasarnya membeli hak pengusiran daritangan orang yang menyewakan.

Berikut ini adalah penerapandari Kaidah Ini:

1.Penggunaan yang lazim dan upah yang wajar pada umumnya.
Jika seseorang telah menyewa kendaraan atau hewan pengangkut beban, maka dia dapat menggunakannya secara normal. Namun, jika dia mau menggunakan kendaraan/hewan itu untuk tuuan tidak normal, dia tidak dapat melakukannya kecuali pihak yang menyewakan mengijinkannya secara Eksplisit.
2.Qabd (kepemilikan) dalam praktik Bisnis modern.

Qabd berarti memiliki sesuatu. Kata Qabd pada umumnya digunakan untuk kepemilikan secara fisik dari suatu benda. Meskipun demikian, syariah tidak menggariskan suatu bentuk khusus dari penguasaan kepemilikan. Berikut ini adalah beberapa bentuk kepemilikan yang dikenal dan diakui oleh ulama Fiqh modernsebagai bentuk kepemilikan yang sah.

Kepemilikan Aktual dari harta diatas tanah adalah dengan melepaskan (segala ikatan) dan membuat pemilik bebas mentraksasikannya.
Kepemilikan actual dari harta bergerak adalah melalui penyerahan secara fisik.
Kepemilikan manfaat terjadi dengan melepaskan segala ikatan agar pemilik yang sebenarnya mampu mengambil haknya tanpa suatu masalah walaupun tidak ada transfer dan penyerahan yang nyata.
Kepemilikan manfaat dibentuk lewat registrasi keuangan.
Kepemilikan dokumen-dokumen atas nama pemilik atau atas kepentingan pemilik adalah kepemilikan manfaat jika aset-asetnya dapat dipastikan dan pemilik mampu mentransaksikannya.
Kepemilikan sebelumnya dari asset-aset yang berwujud dianggap menjdi kepemilikan manfaat dengan tak mengindahkan kepercayaan atau kewajiban dalam semangatnya.
(a)Meletakkan sejumlah uang ke rekening nasabah dengan situasi berikut:

(1) Ketika suatu lembaga mendepositokan sejumlah uang ke rekening nasabah secara langsung atau melalui transfer bank.
(2) Ketika nasabah masuk kedalam suatu kontrak nilai tukar mata uang terhadap mata uang lain yang telah didepositokan kerekening nasabah.
(3)Ketika lembaga menarik sejumlah uang dari rekenig nasabah atas perintah nasabah dan memindahkanya ke rekening lain dalam mata uang berbeda, apakah dilembaga yang sama ataupun dilembaga lainnya, demi keuntungan nasabah atau pembayar lainnya.

(b)Bukti pembayaran berupa cek merupakan satu bentuk kepemilikan manfaat, dengan syarat sejumlah uang yang dibayarkan tersedia di rekening orang yang mengeluarkan cek dan lembaga keuangan telah memblok uang tersebut untuk pembayaran.
(c)Bukti pembayaran berupa kupon oleh pedagang, yang ditandatangani oleh pemegang kartu kredit (pembeli), adalah kepemilikan manfaat dari sejumlah uang yang masuk sebagai pembayar kupon dengan syarat, kartu tersebut membuat lembaga yang mengeluarkan kartu, membayar uang itu tanpa penundaan kepada pedagang yang menerima kartu.

3. Jual beli dengan tindakan

Ijab Kabul adalah bentuk dan sarana di mana pihak-pihak yang terlibat memperlihatkan keinginannya untuk melakukan akad. Meskipun demikian, dalam praktik dagang, tindakan pihak - pihak yang terlibat juga diterima sebagai sarana untuk menyempurnakan akad. Syarat-syarat tersebut adalah:

Tindakan itu harus berasal dari kedua bela pihak. Penyerahan uang dan barang harus dari kedua pihak. Seperti seorang pembeli yang menanya harga suatu barang kepada seorang penjual dan penjual tersebut menyebutkan harganya.
Tindakan harus didasarkan atas persetujuan pihak-pihak yang terlibatsampai pada level tertentu, dimana tidak ada dalilyang meniadakan keberadaan kesepakatan itu.
Barang itu mesti bernilai kecil.barang yang disebutkan dalam kontrak seharusnya berharga murah seperti roti, daging dan lain-lain.

BAB IV Aturan-aturan Relaksasi Dalam Hukum Islam

Kaidah ini menyatakan bahwa dalam kasus tertentu, demi menjaga kepentingan dasar dan kebutuhan masyarakat, hukum asal yang ketat, yang menyebabkan kesulitan yang sulit dibayangkan, dapat diringankan.

Darurat dan akibatnya
Darurat telah didefenisikan dalam hukum islam ke dalam dua pengertian, yaitu pengertian khusus dan pengertian umum.

I. Darurat dalam pengertian khusus
Darurat dalam pengertian khusus merupakan suatu kepentingan esensial yang jika tidak dipenuhi, dapat menyebabkan kesulitan yang dahsyat yang membuat kematian.

II. Darurat dalam pengertian umum
Darurat dalam pengertian umum dan lebih luas merujuk pada suatu hal yang esensial untuk melindungi dan menjaga tujuan - tujuan dasar Syariah.

Dapat diamati bahwa perhatian utama dari defenisi darurat menurut Syatibi adalah untuk melindungi tujuan - tujuan dasar syariah, yaitu:

1. Menjaga dan melindungi agama
2. Menjaga dan melindungi
3. Menjaga dan melindungi turunan
4. Menjaga dan melindungi akal
5. Menjaga dan melindu
6. Menjaga dan melindungi kemuliaan serta kehormatan diri

Syarat - syarat Keadaan darurat
Para ulama fiqh telah meletakkan syarat - syarat tertentu yang harus dipenuhi sebelum keringanan diambil atas dasar kebutuhan yang memaksa. Syarat - syarat ini adalah:

(i) Darurat itu harus nyata,bukan spekulatif atau imajinatif. Artinya, orang itu harus menghadapi prospek yang nyata atas kehilangan: nyawanya, bagian dari tubuhnya, uangnya, akalnya, keluarganya atau agamanya.
(ii) Tidak ada solusi lain yang ditemukan untuk mengatasi penderitaan kecuali keringanan itu. Aturan ini diberlakukan ketika tidak ada jalan lain untuk menghilangkan kesulitan kecuali melakukan sesuatu yang haram.
(iii) Solusi itu harus tidak menyalahi hak - hak sacral yang memicu pembunuhan, pemurtadan, perampasan harta, atau bersenang - senang dengan sesame jenis kelamin.
(iv) Harus ada justifikasikuat untuk melakukan keringanan, seperti melindungi nyawa hingga mengonsumsi makanan yang haram atau melakukan sesuatu yang haram.
(v) Dalam pandangan para pakar, solusi itu harus merupakan satu - satunya solusi yang tersedia.

Aturan Syariah yang dibuat berdasarkan konsep darurat

Berikut ini adalah beberapa aturan dalam hukum islam modern dan klasik yang dibangun atas konsep darurat.

Dibolehkan bagi orang yang sekarat karena kelaparan untuk memakan bangkai binatang atau babi.
Jika seseorang menderita kelapara, dia memerlukan makanan untuk dirinya dan keluarganya, dan dia tidak mampu mendapatkan pinjaman kebaikan (Qardul Hasan) untuk memenuhi kebutuhannya.
Penjualan darah untuk keperluan transfuse dan donasi, serta penjualan organ tubuh manusia seperti mata dan ginjal juga dibolehkan menurut kondisi darurat ini.
Dibawah kondisi darurat, seorang dokter laki - laki dibolehkan untuk memeriksa seorang perempuan yang bukan muhrimnya, dan melihat bagian yang sangat pribadi dari tubuh si perempuan demi kepentingan untuk menyelamatkan hidupnya.
Seorang yang diamanahkan untuk menjaga harta anak yatim karena dipaksa oleh keadaan darurat diperbolehkan untuk menggunakan harta itu sampai pada kadar yang diperlukan untuk melayani anak yatim yang punya harta tersebut.
Beberapa Ketentuan - ketentuan Fiqh Modern
1. Keputusan Islamic Fiqh Academy of India atas bolehnya Asuransi bagi kaum Muslimin India.
Pandangan umum dan dominan dalam hukum islam tentang asuransi komersial adalah bahwa itu diharamkan karena mengandung elemen - elemen yang merusak seperti riba, gharar (ketidak pastian yang sangat), Qimar (judi) dan lain - lain.

2. Keputusan European Fiqh Council atas pembiayaan kredit untuk membeli rumah.
Akomodasi adalah kebutuhan dasar setiap individu. Itu merupakan suatu bagian dari besarnya rahmat yang telah Allah berikan pada hambanya. Allah berfirman: "dan Allah menjadikan bagimu rumah - rumahmu sebagai tempat tinggal..." (QS. 16:80).

The European Fiqh Council telah meletakkan aturan - aturan dan syarat - syarat tertentu yang harus diperhatikan ketika membeli rumah dengan pinjaman berbunga. Syarat - syarat ini adalah :

a. Rumah yang akandibeli harus untuk pembeli dan keluarganya.
b. Pembeli benar - benar tidak memiliki rumah yang lain.
c. Pembeli benar - benar tidak memiliki kelebihan aset yang dapat menolongnya untuk membeli rumah dengan cara selain kredit.

Hajat dan Akibatnya
Contoh kebutuhan yang selangkah lebih maju dari derajat kebutuhan adalah bolehnya kontrak salam (pembelian barang dengan uang dimuka dan pengiriman barang belakangan), Istana' (kontrak memproduksi suatu barang atas dasar pesanan), Bay' bil wafa' (penjualan dengan hak penebusan),pinjaman, ijarah dan lain - lain.

Aturan - aturan Syariah yang didasarkan atas hajat
1. Kontrak Salam
Dalam bahasa arab, kata salam artinya memajukan atau mendorong ke muka. Ini adalah kontrak dimana sipembeli membayar harganya di muka dan pengirim barang ditunda hingga waktu yang ditentukan.

Jadi Bay' salam adalah penjualan dimana pembayaran dimuka dilakukan kepada penjual untuk menyediakan barang di kemudian hari.

Perbedaan antara Jual - beli salam dan jual - beli biasa.

Semua syarat - syarat dasar suatu akad jual beli biasa masih tetap ada pada akad jual - beli salam. Namun ada beberapa perbedaan antara keduannya. Misalnya:

(a) Dalam jual - beli Salam, perlu ditetapkan periode pengiriman barang, yang dalam jual beli bisa tidak perlu.

(b) Dalam jual beli Salam, komoditi yang tidak dimiliki oleh penjual dapat dijual; yang dalam jual beli biasa tidak dapat dijual.

(c) Dalam jual beli Salam, hanya komoditas yang secara tepat dapat ditrntukan kualitas dan kuantitasnya dapat dijual, yang dalam jual beli biasa, segala komoditas yang dapat dimiliki bisa dijual, kecuali yang dilarang oleh al- Qur'an atau hadist.

(d) Dalam jual beli Salam, pembayaran harus dilakukan ketika membuat kontrak; yang dalam jual beli biasa, pembayaran dapat ditunda atau dapat dilakukan ketika pengiriman barang berlangsung.

2. Kontrak Istisna'
Dalam, kontrak ini, seorang produsen setuju untuk memproduksi produk tertentu dengan karakteristik tertentu yang disepakati sebelumnya. Istisna' dapat digunakan pada masa sekarang ini untuk membangun rumah, jembatan, pabri, dan memproduksi produk - produk khusus lainnya untuk memenuhi beberapa kebutuhan klien.

3. Khiyar al-syart (pensyaratan hak membatalkan kontrak)
Ini merupakan hak yang disyaratkan oleh satu atau kedua belah pihak utuk membatalkan suatu kontrak yang telah diikat. Misalnya, pembeli mengatakan pada penjual: "Saya beli barang ini dari anda, tapi saya punya hak untuk mengembalikan barang ini dalam tiga har.begitu periode yang disyaratkan berakhir, maka hak untuk membatalkan yang ditimbulkan oleh syarat ini tak belaku lagi.

4. Khiyar al- Ta'yin (hak untuk memastikan)
Sama dengan Khiyar al- Syart adalah Khiyar al- Ta'yin, dimana kebutuhan umum masyarakat dipertimbangkan oleh syariah. Hak penunjukkan adalah hak seorang pembeli untuk memilih, menunjuk atau menentukan satu barang dari dua atau lebih yang diajukan kepadanya dalam kurun waktu yang telah ditentukan dimuka.

5. Bay' bil Wafa (Jual beli dengan tebusan)
Bay' bil Wafa' merupakan suatu jual beli barang dengan hutang pada kreditur dengan syarat kapan saja si penjual (yang menjadi peminjam uang dalam transaksi ini) membayar harga barang atau membayar hutangnya, maka sipembeli harus mengembalikan barangnya kepada pemiliknya.

6. Kafalah bil Dark
Ketentuan Syariah dalam lainnya yang didasarkan pada kebutuhan adalah Kafalah bil Dark. Itu merupakan jaminan dari penjual, bahwa dia akan mengembalikan harga barang jika barang itu diambil alih oleh orang lain.

7. Penggantian Harta Waqaf
Sebagai prinsip umum, harta waqaf tidak dapat dijual, dihadiahkan, ataupun digant. Tapi dalam kasus dimana harta waqaf telah kehilangan kegunaanya dan bahkan menyusahkan penerima waqaf, sebab harta waqaf itu tidak memiliki sumber ekonomi untukmerevitalisasi atau merehabilitasinya.



8.   Bolehnya Hawalah (penugasan hutang)
Sebagai prinsip umum, pertukaran hutang dengan hutang tidak diperbolehkan dalam hukum islam. Ada beberapa hadist dimana Rasulullah SAW telah melarang penjualan hutang atas hutang.

Lane memberikan tiga bentuk transfer ketika membahas sifatdan ruang lingkup Hawalah. Bentuk - bentuk ini adalah sbb:

(1) Tansfer klaim hutang dengan memindahkan kewajiban dari satu orang ke orang yang lain.
(2) Transfer hutang dengan memindahkan kewajiban seseorang yang mentransfernya kepada seseorang yang ditransfer.
(3) Suatu pesanan untuk membayar hutang atau sejumlah uang kepada orang lain, yang diberikan oleh seseorang kepada orang yang lain lagi.



Keabsahan Hawalah

Berikut ini adalah beberapa hadist yang mendasari keabsahan Hawalah :

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah (ra) bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Menghindari dan menunda (pembayaran hutang)bagi orang kaya adalah suatu kelaliman.
Diriwayatkan oleh Ibn Umar (ra): "Menghindari dan menunda (pembayaran hutang) bagi orang kaya adalah suatu kekejaman.

Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari hadist - hadist ini adalah :

Dibolehkan mentransfer hutang seseorang dari suatu orang ke orang yang lain.
Dalam kasus mentransfer hutang dari orang yang berhutang kepada orang yang menerima transfer tersebut harus diminta membayar karena dia menggantikan posisi orang yang berhutang.
Setelah transfer dilakukan, orang yang berhutang awal tidak dikenakan kewajiban membayar hutangnya kepada orang yang menghutangkan, karena dia mentransfer hutang demi kepentingan keamanan.
Transfer hutang dari orang yang berhutang kepada orang yang menerima transfer hutang harus disepakati oleh semua pihak: orang yang berhutang, orang yang member hutang, dan orang yang menerima Transfer hutang.
Orang yang memberi hutang harus menerima penugasan hutang dan mengejar penghutang baru untuk mengutip hutangnya sepanjang penugasan itu diberikan kepada orang yang mampu.

BAB III Konsep Menghilangkan Mudarat

Tujuan syariah dalam hubungannya dengan masyarakat umum adalah untuk menjamin kepentingan umum dan mencegah mudarat dari masyarakat itu sendiri. Tujuan ini telah ditegaskan dalam berbagai aturan dari hukum islam. aturan ini memberikan mekanisme bagi individu untuk melindungi dirinya sendiri dari mudarat yang pasti, atau dari mudarat yang diperkirakan yang akan terjadi. Prinsip menghilangkan mudarat telah dipelajari secara khusus dalam bidang akad dan transaksi bisnis. Prinsip ini juga tercantum dalam kaidah - kaidah Fiqh. Beberapa kaidah dan penerapannya akan dibahas dibawah ini.

Menghilangkan Mudarat

Ini merupakan hadist yang terkenal dari Rasulullah SAW, yang juga menjadi kaidah hukum islam. Hadist ini telah diinterpretasikan kedalam 2 cara :
1. Mudarat tidak dibolehkan,apakah sebagai inisiatif atau sebagai tindakkanbalas.
2. Tidak boleh seseorang membahayakan orang lain dan tidak boleh ada seorangpun
yang mendekati karenanya.

Makna Kaidah

Makna dari kaidah diatas adalah tidak boleh membuat mudarat pada seseorang dalam keadaan apapun dan mudarat itu tidak seharusnya dibalas dengan mudarat lain. Kaidah tersebut menganjurkan kepada seseorang yang menderita kesusahan, agar tidak membuat kesusahan kepada orang lain seperti kesusahan yang dideritanya. Jadi, jika si A. merusak harta si B, maka si B tidak boleh merusak barang si A sebagai tindakan pembalasan. Jika si B melakukan demikian, maka dia wajib mengganti kerugian yang dibuatnya kepada si. Jadi, kaidah itu melarangdan tidak membolehkan membalas suatu mudarat dengan mudarat lain.

Penerapan Kaidah

Kaidah itu dapat diterapkan pada berbagai ketentuan dan ketetapan hukum islam. ketentuan - ketentuan ini pada umumnya berfungsi sebagai tindakan pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya mudarat dan mencegah mudarat itu sebelum terjadi. Beberapa penerapan dari kaidah ini adalah: (i) Hukum pencegahan (hajr), (ii) Hukum pre- emption (Haqq al- Shuf'ah), (iii) melanjutkan kontrak bagi hasil hinnga masa panen, (iv) kewajiban pekerja tempahan, dan (v) penalty terhadap macetnya pembiayaan murabahah.

1. Hukum Pencegahan (hajr)

Hukum islam telah membuat batasan - batasan terhadap muatan - muatan akad dari suatu pihak yang memiliki karakter yang membahayakan orang lain. Tindakan mencegah seseorang dari transaksi tersebut disebut hajr dalam hukum islam. Hajr adalah mencegah orang tertentu dari menyia - nyiakan hartanya. Hukum pencegaha diwajibkan syariah untuk menyelamatkan hak dan kepentingan masyarakat yang diakibatkan oleh karakter orang - orang tertentu. Alasan - alasan penting dari pencegahan tersebut adalah:

(i) Safah atau Pemborosan

(ii) Penyakit yang mematikan

(iii) Kebangkrutan

Safah atau pemborosan
Safah atau pemborosan adala satu alasan dari hukum pencegahan menurut mayoritas utama Fiqh.keabsahan pencegah pemborosan dinyatakan dalam ayat ke- 6 surat An- Nisa yang mengatakan: "Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur dan kawin. Jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta - hartanya ...".

Safah adalah kebalikan dari kata Rushd, yang mementingkan penanganan masalah keuangan sesuai dengan akal Rasio. Jadi, Rashid menurut Jumhur ulama adalah seseorang yang dapat mengidentifikasi hal - hal yang dapat menyebabkan keuntungan dan kerugian, serta bertindak menurut ilmunya untuk menyelamatkan hartanya. Ulama terkenal mazhab Syafe'I mengatakan bahwa Rushd akan ada pada orang yang memiliki keadaan sebagai berikut:

(i) Ketika dia mampu melakukan tugas dan kewajiban agamanya dengan baik.
(ii) Ketika dia berperilaku rasional dalam urusan pribadinya.
(iii) Ketika dia bebas dari segala hal yang membalasnya pada penyesalan , dan
(iv) Ketika dia tidak boros, dalam arti tidak menyia - nyiakan hartanya dengan membiarkan dirinya tertipu dalam transaksi bisnis oleh penipu.

Pengadilan juga dapat menahan atau mengambil kewenangannya jika pengadilan melihat alasan - alasan yang adil untuk melakukan demikian.

Penyakit mematikan (Marad al- Maut)
Penyakit mematikan adalah jenis penyakit yang menyebabkan kematian dalam banyak kasus, dan penyakit yang membuat penderitanya tidak mampu menjaga segala sesuatu di luar rumahnya jika si penderita laki - laki, dan tidak mampu menjaga segala urusan - urusan rumahnya jika si penderita perempuan, di mana si pasien meninggal dunia dalam mengidap sakit tersebut sebelum lewat satu tahun dari mulai sakitnya.
Penyakit mematikan dianggap merupakan salah satu kendala terhadap suatu tindakan yang diambil untuk melindungi kepentingan orang - orang tertentu, seperti melarang seseorang pemegang harta gadai untuk menjual harta gadai tersebut, Karena harta gadai itu dimaksudkan sebagai jaminan hutang dan merupakan kepentingan orang yang menghutangkan.

Transaksi - transaksi yang dilakukan oleh pasien yang berada diambang kematiannya terdiri dari dua jenis :
(a) Transaksi tanpa suatu timbale balik (searah). Seseorang yang menderita penyakit
mematikan dilarang menggunakan lebih dari sepertiga hartanya untuk satu transaksi seperti ini. Hal ini dilakukan untuk melindungi kepentingan ahli warisnya,
sebab penempatan harta searah ini seperti donasi, wakaf, sedekah, dianggap merupakan hadiah, yang dibolehkan sampai maksimum sepertiga dari hartanya.
(b) Transaksi dengan suatu timbal balik (dua arah). Jika penempatan hartanya bersifat dua arah dan tidak berpihak kepada seseorang, misalnya jual beli dengan nilai pasar, maka penempatan harta itu sahdan efektif di masa hidup pasien.

Taflis (Bangkrut)
Seseorang dikatakan bangkrut ketika hutangnya melebihi assetnya dan pengadilan atas permintaan yang memberikan piutang menjatuhkan perintah untuk menghentikan segala pemindahan hak olehnya. Inisiatif aturan ini dibuat oleh Rasulullah SAW. Diriwayatkan bahwa Mu'az bin Jabal adalah orang yang baik hati dan selalu membagi bagikan hartanya pada orang lain sebagai hadiah.

2. Law of Pre - emption
Kata Shuf'ah berarti menggabungkan segala sesuatuuntuk menambah kekuatannya. Secara teknis shuf'ah adalah hak untuk memaksa pembeli barang (barang tak bergerak) mentransfer kepemilikannya kepada pihak penuntut dengan syarat si pembeli tadi telah membelinya. Shuf' ah adalah hak dimana seseorang memiliki hak itu (disebut pre- emptor)digantika posisinya oleh pembeli dari harta tak bergerak itu. Dengan kata lain Shuf' ah adalah hak untuk memiliki dengan paksa suatu barang dengan cara membeli paksa barang tersebut kepada orang yang telah membelinya.

Shuf'ah juga didefinisikan sebagai hak dimana pemilik barang (tak bergerak) tertentu memiliki barang tertentu memiliki barang tersebut (untuk menikmatinya), memperolehnya dengan cara menggantika posisi pembeli barang (tak bergerak) tertentu yang bukan miliknya, dengan syarat barang tersebut telah dijual kepada orang lain.

Tujuan utama mengakui hak pre- emption adalah untuk menghindari berbagai bahaya yang dapat terjadi pada pemilik atau tetagga dengan masuknya orang ketiga dari luar.

Dasar justifikasi hak pre- emption adalah sbb:

(1) Kesulitan dan ketidaknyamanan dari suatu kepemilikan bersama lebih dipentingkan dari pada pembeli asing (pihak luar), dan merelakan orang asing masuk, boleh jadi membuat partner kita meninggalkan hartanya karena ketidaknyamanannya.

(2) Konsepsi demokrasi dalam hukum waris cenderung untuk membagi - bagi harta keluarga, dan hak pre- emption dianggap dapat mencegah kejahatan yang dapat ditimbulkan oleh pembagi - bagian harta tersebut.

(3) Sharaya-ul-islam telah membolehkan hak ini, dimana pembagian - bagian ini akan menyebabkan kerugian dan kerusakan.

(4) Hedaya telah memberikan pengakuan atas hak pre- emption untuk mencegah ketidaknyamanan yang timbul.

(5) Sekali lagi, ini menjelaskan bahwa prinsip dasar Shafa dalam hubungan antara property dengan objeknya adalah untuk mencegah kemarahan / ketidak nyamanan yang muncul dari tetangga yang tidak setuju.

3. Melanjutkan kontrak bagi hasil sampai masa panen tiba
Menurut aturan Fiqh, kontrak muzara'ah berhenti dengan meninggalkannya kedua belah pihak atau salah satu pihak yang melakuka transaksi. Meskipun demikian aturan ini tidak mencakup peristiwa dimana pemilik lahan pertanian meninggal dunia ketika ketika tanaman sedang tumbuh.

4. Kewajiban Pekerja Tempahan
Aturan umumnya, seseorang penerima amanah tidak mempunyai kewajiban mengganti kehilangan harta yang diamanahkan kepadanya jika kehilangan itu tanpa kesalahan dan kecebohan si penerima amanah. Tetapi dalam kasus pekerja tempahan dan pedagang, seperti penjahit, tukang emas, pembuat sepatu, dan lain - lain. Alasan dari ketetapan hukum ini adalah bahwa memberlakukan aturan "tidak wajib" untuk membayar kerugian oleh pekerja tempahan yang diberi kepercayaan, dapat membuat mereka lalai dari menjaga barang ditangan mereka, yang menyebabkan kerugian besar dari pihak pemilik. Jadi, demi kepentingan masyarakat banyak, pekerja tempahan diwajibkan membayar ganti rugi.

5. Penalti / denda atas gagal bayar dalam pembiayaan murabahah
Di bank konvensional, dimana hutang berbasis bunga diberikan kepada nasabah, jumlah hutang terus bertambah menurut lamanya periode gagal bayar. Tapi dalam pembiayaan Murabahah dan Ijarah, dua sumber hutang terbesar di bank Syariah, sekali harga di tetapkan, maka harga tersebut tidak boleh bertambah.
Untuk mengatasi masalah itu, beberapa ulama kontemporer telah menyarankan agar nasabah yang tidak jujur tersebut yang gagal membayar tepat waktu secara sengaja diwajibkan membayar denda kepada lembaga keuangan atas kerugian yang mungkin diderita akibat gagal bayar itu.
Hal tersebut didasarkan pada argumentasi bahwa Rasul SAW telah mengecam orang yang menunda - nunda pembayaran hutangnya tanpa sebab yang sa. Dalam hadist yang terkenal, beliau bersabda :
"Orang yang tidak baik, yang menunda - nunda pembayaran hutangnya, berarti membawa dirinya sendiri kepada hukuman dan penghinaan. Al- Qur'an mengatakan:
"Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan" (QS. Al- Baqarah, 2:80).
Dalam resolusi yang lain pada tahun 2000, pernyataan diatas dikuatkan lagi, tapi dengan menambahkan: 'Diperbolehkan memasukkan suatu pasal denda dalam semua akad keuangan kecuali jika komitmen awal adalah hutang. Menetapkan pasal denda dalam akad hutang adalah Riba. Dicatat juga bahwa: 'kerugian yang dapat dibayar adalah kerugian financial yang diakibatkan oleh klien., beberapa kerugian material lain dan keuntungan tertentu yang hilang akibat gagal bayar klien tersebut. Tidak termasuk kerugian moral.
Tanggapan yang paling baru terhadap masalah ini, dating dari Accounting and Auditing Organization of Islamic Financial Institutions (AAOIFI),Bahrain. Menurut Institut ini, mengenakan penalty terhadap gagal bayar adalah otomatis.
Aturan ini didasarkan pada suatu ketetapan hukum yang dibuat oleh beberapa ulama Fiqh mazhab Maliki yang mengatakan jika seseorang yang berhutang diminta untuk membayar sejumlah uang tertentu dalam kasus gagal bayar, maka itu tidak dibolehkan dalam syariah, sebab uang itu merupakan bunga.

Kaidah :
Artinya : Kemudaratan itu harus dihilangkan
Sejumlah ayat al- Qr'an memberikan dalil - dalil dasar atas kaidah ini
(i) "Jaganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan" (QS. 2:231).
(ii) "Jaganlah seseorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya" (QS.2:233).
(iii) "Jaganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka" (QS. 65:6).

Makna Kaidah
Kaidah ini member solusi ketika suatu mudarat terjadi, maka tindakan - tindakan yang tepat harus diambil untuk menghilangkan mudarat tersebut. Kaida ini memberikan jalan keluar pada pihak yang menderita kerugian.
Penerapan Kaidah

Kaidah ini telah memperhatikan sejumlah ketentuan syariah dan hukum yang terkait dengan kontrak dan transaksi bisnis. Beberapa ketentuan - ketentuan yang meliputi aturan ini adalah sebagai berikut:

Khiyar al- Ayb (hak untuk membatalkan kontrak karena barangnya cacat).
Khiyar al- Ghabn (hak untuk membatalkan kontrak karena penipuan).
(iii) Penghentian kontrak dengan beberapa keadaan.

1. Khiyar al - Ayb (hak untuk menukar barang karena cacat)
Khiyar al- Ayb adalah suatu hak yang diberikan kepada pembeli dalam kontrak jual beli untuk mebatalkan kontrak jika si pembeli menemukan cacat dalam barang yag telah dibelinya sehingga menurunkan nilai barang itu.

Khiyar al- Ayb itu didasarkan pada hadist - hadist berikut:
(i) "Barang siapa yang menipu orang lain, bukan dari golongan kami".
(ii) "Tidak dibolehkan bagi penjual untuk menjual sesuatu yang rusak kecuali dia menunjukkan suatu kerusakan itu kepada pembeli.

2. Kiyar al- Ghabn (hak untuk membatalkan kontrak karena penipuan)

Khiyar al- Ghabn ini dapat diimplementasikan dalam situasi seperti berikut ini:
(i) Tasriyah.
Tasriyah bermakna mengingat kantong susu unta betina atau kambing supaya air susu itu berkumpul dikantong susunya untuk memberikan kesan kepada yang berniat membeli bahwa air susunya banyak.
(ii) Tanajush.
Tanajush bermakna menawar harga yang tinggi untuk suatu barang tanpa niat untuk membelinya, dengan tujuan semata - mata untuk menipu orang lain yang benar - benar ingin membeli barang tersebut.
Najash atau Tanajush adalah suatu factor pembatal kontrak dan menjadikan kontrak itu dapat dibatalkan.

(iii) Ghabn Fahisy
Ghabn Fahisy, adalah kerugian besar yang diderita oleh suatu pihak dalam kontrak sebagai hasil dari penggelapan atau penggambaran yang sah, atau penipuan yang dilakukan oleh pihak lain.

Dampak Gabn Fahisy
Ulama Mazhab Hanafi berpendapat bahwa kerugian besar yang diderita oleh suatu pihak, bukan merpakan penyebab untuk membatalkan kontrak.
(iv) Talaqqi al- Rukban
Ini merupakan bentuk lain dari penipuan dan penggambaran keliru yang memberikan hak kepada si pembeli untuk membatalkan kontrak.
Contoh ini merupakan bukti bahwa hukum - hukum ini ditunjukkan pada situasi dimana suatu mudarat telah terjadi pada suatu pihak dan menyediakan jalan keluar padanya.

3. Pemberhentian kontrak secara prematur atau penetapan kembali kewajiban - kewajiban pihak yang melakukan kontrak pada keadaan yang tidak lazim.

Salah satu area penting dari penetapan kaidah ini adalah pemberhentian kontrak secara premature disebabkan terjadi suatu keadaan yang tidak memungkinkan untuk melakukan kontrak seperti yang disepakati. Syarat - syarat itu adalah

1. Keadaan itu harus bersifat pengecualian umum, bukan pengecualian khusus.
2. Keadaan itu harus tidak dapat diprediksi dan diperkirakan.
3. Keadaan itu harus membuat kewajiban kontrak menjadi begitu berat sehingga orang yang memiliki kewajiban memenuhi kontrak itu dibayangi dengan kerugian yang luar biasa.

Aturan untuk menghilangkan Mudhorat
Hukum islam mewajibkan aturan - aturan tertentu yang harus diperhatikan dalam menghilangkan mudarat. Kaidah - kaidah berikut berfungsi sebagai pengontrol untuk kaidah yang disebutkan diatas.

Aturan Pertama.
Contoh lain tentang konflik antara dua mudarat adalah satu kasus dimana seseorang pelanggan kehilangan koinnya dalam suatu mesin. Koinnya boleh direlakan hilang dari pada harus merusak mesin yang harganya jauh lebih mahal untuk mendapatkan koin tersebut.

Aturan Kedua
Hukum islam jika memenuhi Syarat - syarat tertentu:
1. Kepentingannya harus asli dan nyata, yaitu maslahat yang berlawanan dengan suatu kepentingan tertentu.
2. Maslahat itu harus umum (kulli) sehingga dapat menjamin manfaat atau menghindari mudarat pada semua orang bukan pada orang - orang tertentu atau grup - grup tertentu.
3. Maslahat itu tidak bertentangan dengan suatu prinsip atau nilai yang dipegang oleh nash atau ijma.

1. Pematokan harga (Tas'ir)
Tas'ir atau pematokan harga oleh pemerintah tidak disetujui oleh syariah dalam kondisi normal. Tapi dalam kondisi dimana pedagang melakukan manipulasi pasar dan mengambil keuntungan yang sangat besar sehingga kepentingan masyarakat umum dalam keadaan bahaya, maka pemerintah punya hak untuk meregulasi harga dan keuntungan demi melindungi konsumen.
2. Perpajakan
Sebagai aturan umum, perpajakan tidak direkomendasikan dalam syariah. Tapi, ketika sumber - sumber keuangan pemerintah tidak mencukupi untuk menyelenggarakan pekerjaan yang menyejahterakan masyarakat seperti membangun jalan raya, rumah sakit dan lain - lain.
3. Penjualan yang berlawanan dengan kemauan pemilik
Biasanya Pemerintah tidak mempunyai hak untuk memaksa pemilik harta untuk menjual atau menyewakan hartanya diluar kemauannya. Tapi, dalam kasus kelaparan dan kelangkaan bahan pangan, pemerintah dapat memaksa pemilik bahan makanan untuk menjualnya kepada masyarakat.

Aturan Ketiga
Makna Kaidah
1. Ketika suatu hal atau perbuatan diragukan antara kehahalan dan tidaknya, seperti ada dalil yang menghalalkannya dan ada juga dalil yang melarangnya.
2. Ketika seseorang menggunakan haknya dimana hak itu membawa kebaikan bagi dirinya dan pada saat yang sama membawa keburukan bagi orang lain, maka dia dilarang untuk menggunakan haknya itu.

Aturan Keempat :

Maknanya : "Kemudaratan tidak boleh dihilangkan dengan kemudaratan yang semisal."

Majallah mengilustrasikan kaidah ini dengan contoh berikut :
"Jika suatu cacat (kerusakan) pada barang yang dijual diketahui setelah barang diserahkan kepada pembelidan selama ditangan pembeli timbul kerusakan yang lain akibat digunakan, maka hak pembeli intuk mengembalikan barang tersebut kepada penjual tidak berlaku lagi (karena ada kerusakan baru), tapi si pembeli masih memiliki hak untuk meminta pengurangan harga.

BAB II Niat dan Motivasi Dalam Akad

Niat dan motivasi dalam suatu perbuatan memegang peranan penting dalam menentukan status hukum, apakah perbuatan tersebut benar atau tidak dalam kaca mata syariah. Jika suatu perbuatan dilakukan dengan niat yang tidak dibenarkan oleh allah SWT, maka perbuatan itu dinilai tidak benar dalam hukum islam dan otomatis tidak akan menghasilkan pahala, bahkan dihitung sebagai kejahatan dan perbuatan dosa. Mereka telah meneliti banyak perbuatan yang berkaitan dengan berbagai bidang Fiqh seperti ibadah, hubungan keluarga, akad dan transaksi bisnis, serta bidang fiqh lainnya. Mereka juga telah menentukan status posisi hukum berdasarkan tujuan dan niatnya.

Imam Ibn al- Qayyim (wafat 476 H / 1084 M), seorang ulama mazhab Hambali yang terkemuka menulis:
Dalil - dalil dan aturan - aturan syariah mengatakan bahwa niat diperhitungkan dalam akad. Niat - niat ini mempengaruhi sah atau tidak sahnya, dan boleh atau tidak bolehnya suatu akad.

Imam Ibn Hazm (wafat 456 H / 1064 M) telah menekankan juga pentingnya niat dalam perbuatan hukum. Beliau menyatakan bahwa, "jika seseorang menjual anggur kepada seseorang yang sudah jelas akan mengekstrak tuak dari anggur itu, atau menjual senjata kepada pihak yang sudah jelas akan menggunakanya memerangi kaum muslimin, maka jual beli seperti itu tidak sah, karena allah berfirman: "…dan tolong menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran… (Qs 5:2)".

Ulama terkemuka lainnya, Imam Syatibi (wafat 790 H / 1388 M) juga telah menggaris bawahi pentingnya tujuan dan niat dalam menentukan sah atau tidak sahnya suatu perkara. Beliau mengatakan :

Amal perbuatan ditimbang dari niatnya, dan tujuan dari suatu perbuatan diperhitungkan dalam sifatnya seperti perbuatan ritual atau perbuatan dagang. … tujuan dan motivasi membuat perbedaan antara perbuatan ritual dengan perbuatan dagang (dalam hal sifat akad dan karakternya). Niat dan tujuan itu juga menentukan keabsahan suatu perbuatan. Sehingga tujuan akhir dari suatu perbuatan diharamkan, perbuatan itu juga diharamkan. Misalnya ketika jual beli dimaksudkan sebgai sarana menuju Riba, maka jual beli seperti itu tidak sah. Teoriniat ini termaktub dalam sejumlah kaidah. Berikut akan dibahas beberapa kaidah dan penerapanya dalam kontrak dan transaksi.

Peranan Niat dalam Perbuatan Hukum
Dasar Bukti
Kaidah ini didasrkan pada hadist yang sangat terkenal dari Rasulullah SAW yang mengatakan : "Innamal A'malu bin niyyat. Arti hadist itu, bahwa balasan terhadap suatu perbuatan tergantung pada niat melakukan perbuatan tersebut. Jadi suatu perbuatan layak mendapat imbalan hanya ketika perbuatan tersebut dilakukan dengan niat yang baik.

Arti Kaidah
Kaidah ini menganjurkan bahwa ketika menilai keabsahan dan akibat hukum suatu perbuatan, niat melakukan perbuatan itu harus diperhitungkan, di samping aspek yang kelihatan dari perbuatan itu. Jadi, ketika seseorang menemukan barang orang lain tercecer dijalan dan mengambilnya, yang kemudian barang itu hilang atau rusak di tangannya, maka kewajiban mengganti barang itu tergantung pada niat mengambilnya. Jika diniatkan untuk diserahkan kepada yang punya, dan supaya orang lain tahu, maka dia dianggap amanah dan tidak diharuskan untuk membayar ganti rugi. Tapi, jika niatnya untuk memiliki barang tersebut, maka dia diharuskan untuk membayar ganti rugi kepada pemilik. Contoh diatas menunjukan bahwa krena niat, status orang yang menemukan barang dipinggir jalan tadi berubah dari orang yang dipercaya (amanah) menjadi pencuri.

Perlu diketahui bahwa Allah telah menetapkan tujuan melembagakan pernikahan adalah untuk kehidupan bersama selamanya. Sama halnya dengan penjualan senjata kepada penjahat yang sewaktu - waktu dapat menggunakannya untuk membunuh orang yang tidak bersalah, atau menggunakannya dalam keadaan chaos  (kerusakan), adalah tidak sah jika penjual mengetahui untuk apa senjata itu dipergunakan dengan analogi yang sama, ulama Fiqh telah berpandangan bahwa suatu hadiah dari harta yang wajib dizakati untuk menghindarkan kewajiban membayar zakat adalah tidak sah. Contohnya,  seseorang memberikan hadiah berupa harta yang wajib dizakati kepada orang lain menjelang jatuhnya nisab zakat (satu tahun), dengan niat untuk mengambilnya kembali nanti, supaya terhindar dari kewajiban membayar zakat. Hadiah semacam itu tidak sah.

Jika niat pihak - pihak yang melakukan akad tidak selaras dengan niat Allah. Maka akadnya menjadi tidak sah. Alasannya, karena Allah mempunyai maksud dan tujuan dalam setiap akad atau tindakan. Jika pihak - pihak yang melakukan akad memiliki niat yang sama dengan Allah, maka akad tersebut sah.

Peranan Niat atau Kontrak
Niat dan motivasi menentukan sifat dasar yang sebenarnya dari suatu akad, disamping menentukan status hukum dalam hal sah atau tidak sahnya suatu perbuatan. Sehingga, ketika suatu hadiah atau donasi yang diberikan bertentangan dengan beberapa ketentuan, maka akad itu akan berubah menjadi akad jual beli dan bukan lagi akad hadiah walaupun namanya hadiah atau donasi. Begitu juga dengan akad hawalah (pendelegasian hutang). Jika orang yang berhutang masih memiliki kewajiban untuk melunasi hutangnya disamping orang yang menggantinnya, maka akad tersebut jatuh pada akad kafalah meskipun nama akadnya Hawalah. Sama halnya dalam kerjasama mudharabah, jika ada ketentuan yang menyatakan bahwa pihak yang menyediakan modal akan memperoleh semua keuntungannya, maka akad itu tidak disebut mudharabah, tapi akad hutang.

Status Giro (Current Deposit)
Contoh lain yang menunjukan bahwa sifat yang sebenarnyadari suatu kontrak ditentukan oleh tujuan dan maksud kontrak tersebut adalah giro dibank komersial. Ulama kontenforer lebih memperlakukan giro sebagai suatu kontrak hutang dari pada kontrak wadiah atau amanah. Alasannya, giro tidak sesuai dengan sifat - sifat wadiah itu sendiri.

Wadiah dalam hukum islam adalah suatu amanah / titipan ditangan orang yang dipercaya dengan tujuan keamanan; yang tidak dibatasi oleh suatu kewajiban. Sehingga, kalau barang yang dititipkan itu rusak bukan karena kecerobohan orang yang diberi amanah, maka dia tidak punya kewajiban menggantinnya. Pemberi amanah sendiri yang menanggung resiko rugi.

Ciri lain dari wadiah adalah barang yang diwadiahkan (dititipkan) tidak dapat digunakan oleh orang yang diberi amanah menjaganya. Dia diwajibkan mengembalikan barang yang sama dengan yang disimpan oleh pemiliknya. Wadiah merupakan akad yang tidak mengingat dan mendapat dihentikan. Dimungkinkan bagi dua pihak untuk menyudahi akad wadiah dengan cara memberitahukan pemberhentian akad kepada pihak lain.

Secara prinsip pemegang amanah tidak boleh menggunakan barang wadiah tersebut. Tapi, jika dia menggunakannya dengan seizing yang punya, makadalam pandangan ulama Fiqh, akad tersebut bukan lagi disebut sebagai akad wadiah. Sebagai gantinya, akad tersebut dapat dikonversi apakah menjadi akad hutang, akad agensi, atau akad kerjasama. Imam Kasani telah membahas ketiga kemungkinan ini. Beliau menulis:

"jika barang yang disimpan dalam bentuk uang, dan pemegang amanah menggunakannya , maka wadiah berganti menjadi transaksi hutang.  Tapi jika dia mengijinkan untuk menggunakan uang itu dengan basis kontrak bagi hasil, maka kontrak tersebut akan dikonversi menjadi kontrak mudarabah.

Beberapa hal yang berbeda dengan prinsip wadiah adalah sebagai berikut :

Bank Syariah menggunakan uang yang dititipkan, yang tidak diperbolehkan dalam kasus wadiah.
Bank Syariah mencampur adukkan uang titipan itu dengan tabungan yang lain.
Bank Syariah selalu menjamin pengembaliannya dengan aman. Dengan kata lain, bank menanggung semua kewajiban dan resiko terkait dengan uang yang dititipkan.
Bank Syariah tidak mengembalikan uang yang sama, tetapi uang lain dalam jumlah yang sama.
Penting untuk diketahui bahwa sebagian besar hukum perdata Negara - Negara muslim mengkategorikan simpanan bank sebagai simpanan dengan kewenangan untuk menggunakannya seperti kontrak hutang. Undang - undang Nomor 726 dari hukum perdata mesir menyatakan :
" jika suatu simpanan dalam bentuk uang atau barang yang dapat dikonsumsi, dan yang punya mengizinkan penyimpan utuk menggunakannya, maka akad itu akan diperlakukan sebagai akad hutang.

Oleh karena giro membentuk hubungan pemberi hutang dan penghutang antara nasabah dan bank, maka tidak dibolehkan bagi bank untuk memberikan layanan ekstra kepada nasabah, karena hal itu dihitung sebagai Riba. Layanan ekstra itu pada hakekatnya member manfaat kepada kreditor (dalam hal ini nasabah) terhadap rekeningnya.  Hal ini telah dilarang dalam suatu prinsip yang terkenal: setiap hutang yang memberikan manfaat adalah riba. Artinya jika bank yang berperan sebagai penghutang dalam kasus akad giro menambahkan manfaat kepada nasabah penyimpan, pada hakekatnya bank telah memberikan sesuatu yang melebihi jumlah pokok simpanan nasabah, yang sudah tentu merupakan suatu bentuk Riba. Dalam konteks transaksi hutang, uang jasa yang diberikan kepada pemberi hutang dapat membuka pintu untuk Riba. Jadi, atas dasar prinsip sad al- Dara'I (menutup segala cara yang membuka pintu kemungkaran), hal ini harus dihindari.

Beberapa kontrak yang tidak dibenarkan
1. bay' al - Inah
Bay' al- Inah adalah menjual barang secara kredit dengan harga tertentu dan kemudian membelinya kembali secara kontan dengan harga lebih murah dari harga kredit, dimana kedua transaksi terjadi pada waktu yang bersamaan.

Sebagai contoh, si A menjual suatu komoditi kepada si B dengan harga Rp. 150.000/- secara kredit selama satu tahun. Kemudian, si A membeli komoditi itu kembali dengan harga Rp. 120.000/- dari si B dengan pembayaran kontan. Dalam kasus ini, si A adalah pemberi piutang dan si B adalah penghutang. Si A telah mendapatkan keuntungan Rp. 30.000/- dari transaksi tersebut. Bentuk lain dari Bay'- Inah adalah menjual komoditi secara kontan dan kemudian membelinya kembali dengan harga lebih tinggi yang harus dibayar pada waktu tertentu dimasa yang akan datang. Jadi, transaksi tersebut termasuk transaksi hutang dengan jaminan barang tadi. Perbedaan antara kedua harga merupakan representasi dari bunga (interest). Hal itu disebut Inah sebab 'Ayn (substansi) dalam kasus ini kembali kepada pemiliknya. Pembiayaan dengan menggunakan skim pembelian kembali (buy back arrangement, atau biasa disingkat BBA) di bank syariah Malaysia mirip seperti ini.

Bentuk transaksi ini, dalam pandangan mereka, tidak lebih adalah suatu mekanisme hukum yang bertujuan menghilangkan hambatan - hambatan yang disebabkan oleh larangan Riba. Ulama  ini mendasarkan larangan transaksi ini dari hadistyang diriwayatkan oleh Aisyah (RA) ketika Umm Mahabbah memberitahukan beliau bahwa dia memiliki Budak Sahaya permpuan yang dijual nya secara kredit kepada Zayd ibn Arqam seharga 800 dirham. Zayd segera memutuskan untuk menjual budak itu kepada Umm Mahabbah membeli kembali budak perempuan tersebut seharga 600 dirham kontan Aisyah (RA) mengatakan apa yang engkau jual adalah buruk, dan buruk pula apa yang engkau beli.

2. tawarruq
Tawarruq adalah suatu transaksi dimana seorang yangmembutuhkan uang membeli suatu barang secara kredit dari orang tertentu dan kemudian menjualnya kepasar secara kontan dengan harga dibawah harga beli sebelumnya dari pemilik barang. Transaksi itu dinamakan Tawarruq, sebab tujuan dari transaksi ini adalah untuk memperoleh wariq (perak) yaitu uang atau pembiayaan oleh orang yang membutuhkan. Misalnya si A. membutuhkan uang Rp. 3.000.000/- dia mendekati si B. dengan permohonan untuk  menjual suatu barang kepadanya secara kredit. Si B. kemudian menjual kepada si A. satu set komputer yang harganya hanya Rp. 3.000.000/- seharga Rp.4.500.000/- secara kredit selama 2 tahun. Lalu si A. pergi ke pasar dan menjual komputer itu dengan harga Rp. 3.000.000/-.

Meskipun demikian, mereka meletakkan beberapa syarat untuk keabsahan tawarruq, yaitu:
Ada kebutuhan yang Riil untuk bertransaksi. Orang yang melakukan tawarruq memerlukan uang, sementara, dia tidak mampu mendapatkan pinjaman hutang dari siapapun. Tetapi, jika dia berhasil mendapat pinjaman hutang, maka dia tidak diperbolehkan melakukan tawarruq.
Kontrak tawarruq dalam bentuknya, harus berbeda dengan kontrak Riba. Kontrak riba terjadi jika penjual menyebutkan bahwa dia menjual barang yang harga rillnya Rp. 150.000/- dengan harga Rp. 1.800.000/-, karena ini termasuk pertukaran uang dengan uang disertai kelebihan yang berlipat - lipat meskipun demikian, hal ini dibolehkan jika si pemberi piutang menjelaskan kepada orang yang mau berhutang harga rill barang itu dan keuntungannya yang diambilnya.
Si penghutang (pembeli barang) tidak seharusnya menjual barang tersebut sebelum memilikinya.
Barang tersebut tidak seharusnya dijual kepada orang yang sama (si penjual) dengan harga lebih murah.
The Fiqh Academy Liga Dunia Muslim  dalam pertemuannya yang ke 15 telah membolehkan tawarruq dengan syarat - syarattertentu seperti diatas. Kemudian, ditinjau lagi pada pertemuan ke 17 dan mengumumkan bahwa praktek tawarruq oleh bank syariah tidak sah.

Prosedur transaksi tawarruq pada bank syariah adalah sebagai berikut:

Pihak bank menyediakan suatu barang dari pasar internasional untuk kliennya dan kemudian menjualnya dengan kredit. Pihak bank setuju dengan kliennya bahwa si klien akan menjual kepasar. Hal ini dapat di ilustrasikan sebagai berikut:

Si A (klien) mendekati si B (bank) dengan permohonan untuk meminjam uang sebesar Rp. 1.500.000/-. Si B. membeli suatu barang seharga Rp. 1.500.000/- dari si C (dealer) secara kontan dan menjualnya ke si a dengan harga rp. 1.800.000 secara kredit selama satu tahun. Si B kemudian kapasitasnya sebagai agen si A,menjualnya kepada si C dengan harga Rp. 1. 500.000/- kontan dan menyerahkan Rp. 1.500.000 ke sisi A.

Perlu dicatat bahwa Hongkong Shanghai Bank Company (HSBC) dan banyak bank lainnya , menggunakan Tawarruq ini sebagai skim pembiayaan perorangan.

3. By' Bil Wafa
Ini merupakan transaksi dimaa seseorang yang membutuhkan uang menjual suatu barang kepada pembeli, dengan syarat kapan saja si penjual mau, maka si pembeli tadi harus mengembalikan barang yang dibeli kepadanya dengan harga pembelian semula. Alasan menggolongkannya sebagai wafa adalah karena janji (dari sipenjual) untuk mengambil barang yang dibeli dari pembeli dengan meyerahkan kembali harga pembelian semula. Seperti Bay' Inah, ini juga suatu mekanisme yang hukumnya riba.

Bay' bil wafa dalam sifat dan substasinya adalah Rahn (pegadaian). Allamah Khairuddin Ramli dalam Fatawah Khayriyyah mengklaim bahwa mayoritas ulama mengatakan Bay bil wafa adalah suatu bentuk dari pegadaian namun transaksi ini membawa banyak mudarat. Itu hanya suatu bentuk tipuan hukum (hilah) untuk menghindari riba.

Hiyal: alat/ strategi Hukum
"Setiap alat atau strategi hukum yang menghilangkan hak atau menguatkan yang salah adalah haram".

Hilah secara bahasa diartikan trik, alat, dan strategi. Secara teknik, hilah digambarkan sebagai penggunaan sarana hukum (apakah mereka sendiri legal atau tidak)untuk tujuan yang ekstra legal yang tidak dapat dicapai langsung oleh cara - cara yang disediakan oleh syariah. Misalnya hukum islam dalam pertukaran gandum mensyaratkan gandum di kedua belah pihak harus sama jumlahnya. Sekarang, jika seseorang ingin menukar gandum yang kualitasnya jelek dengan yang kualitasnya bagus, maka menurut hukum tadi, dia harus mengindahkan perbedaan kualitas tersebut dan menukarnya dengan dasar berat gandumnya mesti sama.

Solusi terhadap masalah ini adalah menjual gandum yang kualitasnya jelek tersebut kepasar dan membeli gandum yang kualitasnya bagus. Dengan cara ini, kedua belah pihak dapat mengatasi kesulitan tanpa melenceng dari isi undang - undang hukum islam.contoh lain dari Hilah aturan yang mengatakan bahwa ketika seorang petani menjual sebidang lahan, tetangganya telah menolak untuk membeli tanah yang berbatasan dengan tanahnya. Meskipun demikian, aturan penolakan ini hanya menitik beratkan pada penjualan lahan, bukan pemberian hadiah.

Suatu Hilah yang terlibat dalam transaksi hutang pada umumnya dikategorikan sebagai hilah yang diharamkan sebab diniatkan untuk memberikan manfaat tambahan kepada pemberi hutang. Buy - back arrangement dan penjualan dengan hak penebusan, jatuh dalam kategori ini. Kaidah yang terkenal mengatakan: "Suatu hilah yang terlibat dalam transaksi hutang adalah suatu hilah atas Riba. Beberapa contoh Hiyal dalam transaksi hutang dalah sebagai berikut: menggadaikan rumah kepada pemberi hutang dan membolehkannya untuk tinggal di dalamnya; menjual suatu barang kepada orang yang akan berhutang dengan harga yang tinggi dan kemudian segera meminjamkannya beberapa uang, atau membeli darinya beberapa komoditi dengan harga yang rendah, atau menyewakannya suatu asset dengan harga yanglebih tinggi dari harga sewa dipasar. Dalam contoh lain peminjam yang memiliki harta tertentu, menjual harta tersebut kepada pihak yang meminjamkan, menyewakannya kembali, membayar sewanya dan kemudianmeminta haknya untuk membeli kembali harta itu dengan harga asal yang dijualnya.

Hiyal merupakan suatu hal yang dibolehkan dan sah, namun digunakan untuk menyalahi untuk menghilangkan aturan syariah dan orang yang mempraktikkan hilah berniat untuk melanggar kemauan Allah.

Imam Ibn al- Qayyim dalam I'Iam al- Muwaqqi in telah membahas dengan rinci persoalan hiyal dan menjelaskan kenapa syariah tidak membolehkan Hiyal. Beliau menulis: "Niat adalah esensi dari setiap perbuatan hukum. Suatu perbuatan mengikuti niatnya. Jika niat itu sah, maka perbuatan itu sah. Dan jika niatnya haram, maka perbuatannya akan bata. Jadi, jika seseorang melakukan transaksi jual - beli tersebut akan diperlakukan sebagai Riba. Bentuk fisik dari akad itu tidak akan membuatnya sebagai transaksi jual - beli".
Ibn Qayyim menganggap hiyal tidak selaras dengan semangat syariah. Beliau membandingkan hilah dengan Sadd al- Darra I (mencegah cara - cara yang mengarah pada perbuatan haram) dan menyimpulkan bahwa doktrin hiyal memiliki perbedaan yang tajam dengan sad al- Darra'I bermaksud menutup cara - cara untuk hasil akhir yang diharamkan tersebut.

Ibn al- Qayyim mengutip hadist dimana Rasulullah SAW melaknat Yahudi yang melanggar larangan lemak binatan. Hadist tersebut berbunyi: "esemoga Allah melaknat Yahudi, ketika Allah mengumumkan lemak dari binatang tertentu haram, mereka meleburkannya dan menikmati harga yang mereka terima. Lemak binatang diharamkan untuk Yahudi. Ibn al- Qayyim setelah mengutip hadist dia atas menulis: "Khattabi mengatakan: hadist ini memberikan bukti bahwa suatu hilah menjadi tidak sah ketika hal itu mengarah pada perbuatan yang dilarang. Hanya dengan merubah bentuk dan namanya tidak akan merubah hukum dan akibatnya, jika tidak berubah substasinya.

Sadd al- Darra'I: Mencegah atau menutup proses yang tujuannya Haram

Yang sangat dekat hubungannya dengan hiyal adalah Sadd al- Dara'I (menutup segala cara). Dimana cara itu menimbulkan mudarat atau hasil akhir yang diharamkan. Meskipun cara itu sah., dianggap haram. Imam Syatibi telah menggambarkan Sadd al- Darra'I sebagai penggunaan suatu benda yang mempunyai manfaat (maslahah), yang dijadikan alat untuk merealisasika beberapa hasil akhir yang diharamkan atau untuk melakukan kemungkaran (mafsadah). Ulama maliki lainnya, Qarafi mendefinisikannya sebagai berikut: "Sadd Al- Darra'I adalah upaya untuk menghapus cara - cara yang digunakan sebagai sarana kejahatan. Jika suatu perbuatan bebas korupsi digunakan sebagai sarana untuk korupsi, Imam Maliq melarang perbuatan itu dalam banyak kasus. . dari sini dapat disimpulkanbahwa Sadd Al- Darra'I merupakan suatu perbuatan baik yang bermanfaat yang kemungkinan besar menimbulkan kemungkaran yang sama dengan manfaatnya.

Syarat - syarat Sadd Al- Darra'IÂ

Berikut ini adalah syarat - syarat penting untuk melakukan Sadd al- Darra'I:
Perbuatan Halal dijadikan sarana untuk sebuah kemungkaran. Perbuatan halal adalah perbuatan yang mengandung manfaat (maslahat). Oleh karena itu, perbuatan ini tidak dapat dilarang, selama menghasilkan manfaat dan tidak menimbulkan mudarat yang menghilangkan manfaat tersebut. Tapi, jika perbuatan ini digunakan sebagai sarana menuju kemudaratan, Allah melarangnya.
Kemungkaran, dimana perbuatan yang halal digunakan sebagai sarananya, harus sama atau lebih berat dari manfaat (maslahat) perbuatan itu.
Bahwa perbuatan itu harus sangat sering menimbulkan mudarat.
Dasar Dalil

Doktrin Sadd al- Darra'I memiliki akar dari Qu'ran dan Sunnah. Al- Qur'an misalnya, melarang seorang muslim menghina penyembah berhala dengan mengatakan: dan jaganlah kamu memaki sembahan - sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena nanti mereka akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan "(QS 6: 108). Disini, cara menuju kemungkaran ditutup dengan melarang memaki sembahan - sembahan selain Allah, suatu aturan yang diijinkan dan bahkan ternilai terpuji karena itu merupakan cara mengecam kesalahan dan menguatkan iman orang - orang yang beriman. Perlu dicatat bahwa larangan dalam contoh di atas didasarkan pada kemugkinan bahwa mereka akan memaki Allah sebagai balasannya. Dengan kata lain, balasan yang diperkirakan turut diperhitungkan.

Jenis - jenis Cara

Imam Syatibi telah mebagi cara - cara yang dapat menimbulkan mudarat kedalam empat jenis. Dalam klasifikasi ini, beliau telah meneliti tingkat kemungkinan bahwa suatu cara diperkirakan akan menimbulkan mudarat.

Cara upaya dan upaya yang sudah barang tentu menimbulkan mudarat seperti menggali sebuah lobang tepat didepan pintu gerbang suatu bangunan public yang tidak kelihatan di malam hari.
Cara dan upaya yang berpeluang besar menimbulkan mudarat dan jarang sekali membawa manfaat seperti menjual senjata ketika perang atau menjual anggur untuk dibuat minuman memabukkan. Cara - cara ini juga dilarang.
Cara dan upaya yang sering menimbulkan mudarat tapi tidak ada kepastian Atau tidak ada peluang besar bahwa kasus ini sering terjadi.seperti Buy Back Arrangement yang digunakan untuk menghindari Riba.
Cara dan upaya yang jarang sekali menimbulkan mudarat, seperti menggali sumur ditempat yang sedikit kemungkinannya membuat bahaya terhadap orang lain, ataupun menanam anggur.
Imam Ibn Al- Qayyim, misalnya, menganggap larangan Riba al- Fadl sebagai akibat dari prinsip Sadd al- Darra'I. dalam analisis beliau, Riba Al- Fadl telah dilarang oleh upaya Sadd al- Darra'I (yaitu menutup segala kemungkinan yang dapat menimbulkan hasil yang diharamkan), karena jika seseorang mematok suatu tambahan yang berlipat - lipat dalam transaksi kontan, maka orang itu kemungkinan besar akan mematok tambahan pula dalam transaksi kredit. Jadi, riba al- Fadl membuka jalan untuk riba nasiah yang benar - benar merupakan riba.

BAB I Pengantar Kaidah dan Fiqih

Sifat Dasar dan Fungsi
Qawaid fiqhiyyah (kaidah - kaidah fiqih) atau kaidah - kaidah hukum islam menempati posisi yang sangat penting dalam literatur hukum islam. Ia merupakan bentuk khusus literatur hukum yang berkembang pada abad ke 13 hingga abad ke 15, yang mencoba meringkas aturan - aturan dari setiap mazhab ke dalam ringkasan - ringkasan pendek sehingga orang yang mempelajari kaidah - kaidah ini dapat dengan mudah menghafalnya. Dalam bentuk yang ekstrim, begitu ringkasnya, satu mazhab dapat direduksi menjadi empat atau lima pernyataan padat.

Kaidah - kaidah ini merupakan ketetapan - ketetapan hukum yang umum, dimana ulama terdahulu melakukan satu proses induksi dari banyak ketentuan fiqh sebagai generalisasi hukum. Para ulama memandangnya sebagai karakteristik fiqih yang sistematis dan sudah menjadi bawaan lahir yang sulit diubah tanpa mengganti keseluruhan strukturnya. Kaidah - kaidah hukum islam adalah pernyataan - pernyataan yang dirumuskan dalam bentuk hukum yang akurat yang mengilustrasikan gambaran umum dari sifat, semangat, filsafat dan tujuan hukum islam. Ilmu ini berlandaskan pada ketentuan - ketentuan fiqh yang terkait dengan topik - topik berbeda, yang dijabarkan kepada bab - bab berbeda. Qawaid fiqhiyyah mengelompokkan ketentuan - ketentuan ini kedalam suatu tema khusus. Satu kaidah hukum mewakili satu aturan atau prinsip umum yang melingkup sejumlah besar hukum - hukum fiqh yang terkaid dengan satu tema tertentu. Syekh Mustafa Ahmed Zarqa "seorang seorang ulama fiqh terkemuka mendefinisikan qawaid fiqhiyyah sebagai : "Prinsip - prinsip fiqh universal yang dirumuskan kedalam bentuk hukum yang padat, melambangkan ketentuan - ketentuan umum terhadap kasus - kasus yang berada di bawah topik - topik tertentu. Ali Hayder, seorang yang terkenal karena uraiannya (syarahnya) terhadap almajallah telah mendefinisikannya sebagai: aturan menyeluruh atau utama yang dibutuhkan untuk mengetahui hal - hal khusus. Salim Rustum Baz, pensyarah majallah lainnya telah mendefinisikannya sebagai : aturan menyeluruh atau utama yang dapat diterapkan pada semua atau sebagian besar kasus - kasus khusus.

Muhammad Anis Ubadah menawarkan bahwa : Qawaid fiqhiyyah adalah konsep universal dimana ketetapan - ketetapan dari berbagai perkara hukum yang berada di bawah konsep universal tersebut dapat diturunkan. Penulis kontemporer lainnya mendefinisikan Qawaid Fiqhiyyah sebagai suatu prinsip umum dimana ketentuan - ketentuan khusus langsung dapat diketahui.
Ada perbedaan pendapat di kalangan para penulis, apakah Qawaid fiqhiyyah ini merupakan ilmu yang menyeluruh (kulli) atau ilmu yang utama (aghlabi). Mustafa Ahmed Zarqa memandang bahwa Qawaid Fiqyyah merupakan aturan yang menyeluruh mencakup seluruh ketetapan - ketetapan hukum yang relevan dari hukum islam. sementara Hamawi dan Ali ahmad an- nadawi serta banyak ulama lainnya beranggapan bahwa qawaid fiqhiyyah adalah aturan - aturan yang utama. Jadi para ulama mendeskripsikan qawaid fiqhiyyah sebagai aturan - aturan umum dari hukum islam yang mencakup sebagian besar ketetapan - ketetapan hukum islam. Hamawi berusaha mencari kontroversi Universalitas kaidah - kaidah fiqh. Beliau menjelaskan bahwa arti Qawaid berbeda dalam pandangan ahli struktur bahasa dan ahli teori hukum. Bagi para ahli fiqh, qawaid merupakan suatu konsep mayoritas (aktari) dari pada menyeluruh (kulli) yang diterapkan di hampir semua perkara untuk mengekstrapolasi ketetapan - ketetapan hukum. Universalitas, bermakna bukan tidak ada pengecualian terhadap suatu kaidah. Pengecualian terhadap suatu kaidah tetap ada. Logikapun tidak dapat memahami universalitas dalam arti tanpa pengecualian. Ali Ahmad nadawi telah mengamati hal yang sama bahwa suatu pernyataan Universalitas lebih merupakan refleksi keluasan cakupan dari pada totalitas mutlak, karena ada beberapa pengecualian untuk setiap kaidah.

Faktanya, meskipun kaidah - kaidah hukum mengandung banyak sekali ketentuan - ketentuan fiqh, tetap saja tidak menyeluruh dalam penerapannya. Kaidah - kaidah ini mengakui beberapa pengecualian dan batasan. Misalnya, aturan umum dalam hukum islam, penjulan barang yang tidak ada, tidak diperolehkan. Meskipun demikian, kaidah ini tidak berlaku untuk kontrak salam, istisnah dan sejarah, dimana walaupun barangnya tidak ada pada saat kontrak, tetap saja kontrak tersebut masih masih dinyatakan sah.

Fungsi Qawaid Fiqhiyyah

Kaidah - kaidah hukum mempunyai peran utama dalam mengelompokkan fiqh dan menetapkan aturan - aturannya (dalam suatu urutan), dimana keberagaman dan bagian - bagian yang bercerai - berai dalam fiqh disatukan dalam satu konsep. Jadi, fungsi utama dari (ilmu) qawaid fiqhiyyah adalah mengelompokkan dan mengkonsolidasikan ketentuan - ketentuan fiqh yang identikdibawah aturan - aturan yang universal dan menyeluruh. Almajallah telah menjelaskan fungsi ini sebagai berikut:

Ahli - ahli hukum telah mengelompokkan ketentuan - ketentuan fiqh kedalam aturan - aturan universal tertentu. Masing - masing aturan tersebut memuat banyak ketentuan - ketentuan, yang dalam khazanah ilmu hukum islam, diambil sebagai justifikasi untuk membuktikan ketentuan - ketentuan ini. Studi awal tentang qawaid memudahkan untuk memahami ketentuan - ketentuan tersebut. Meskipun sebagian dari kaidah - kaidah itu mengakui beberapa pengecualian, tapi aplikasi umumnya bukan tidak sah, karena mereka berkaitan erat satu sama lain. Kaidah - kaidah hukum memotret suatu gambaran umum tentang dasar, semangat, dan filsafat hukum islam.

umumnya mengekpresikan dan memberitahukan semangat dan fisafat dari hukum islam dan dalam hal ini mirip dengan Maqasid shariah (yaitu tujuan - tujuan syariah yang ditetapkan allah). Kaidah setiap perbuatan ditentukan oleh niatnya, kaidah kesulitan dapat memunculkan kemudahan. Menghilangkan bahaya merupakan filsafat dan tujuan hukum islam. oleh karena itu, aturan - aturan seperti hak prioritas untuk membeli terlebih dahulu hukum larangan - larangan, dan hak untuk membatalkan kontrak telah disediakan

Status Hukum Qawaid

Qawaid fiqhiyyah pada dasarnya diperuntukan sebagai bantuan - bantuan hukum dan bimbingan interprestasi untuk memahami ketentuan - ketentuan fiqh yang terkandung dalam literatur ilmu hukum. Ia tidak punya kekuatan teks hukum (seperti teks Qur' andan Hadist Rasul SAW). Meskipun demikian, dalam beberapa situasi tertentu, Qawaid Fiqhiyyah dapat dijadikan pedoman oleh ahli hukum dalam mengeluarkan sesuatu fatwa dan oleh pengadilan dalam memutuskan suatu perkara. Beliau menyatakan bahwa suatu keputusan pengadilan dapat dibatalkan jika menyalahi kaidah umum yang berlaku.

Al Hariri, seorang ahli ilmu hukum islam abad modern juga mendukung pendekatan ini, beliau menulis :

Sebagai kesimpulan, dapat dikatakan bahwa jika ada dalil yang jelas dari sumber - sumber yang berurusan langsung dengan perkara tertentu, maka penyadaran hukumnya harus dengan dalil - dalil tersebut. Tapi, jika tidak ada dalil apapun dalam perkara perkara itu, tidak ada masalah jika kaidah - kaidah fiqh menjadi dalil dalam perkara itu, asal saja kaidah - kaidah tersebut tidak melenceng dari al-Qur' an , sunah rasul, atau prinsip - prinsip umum dari rukun islam.

Menyadri kenyataan ini, legislatif di Negara - negara Timur Tengah telah memasukkan kaidah - kaidah ini kedalam kumpulan hukum perdata mereka sebagai bagian dari hukum yang berdiri sendiri. Pengadilan di Negara ini memiliki alternatif berupa kaidah - kaidah fiqh terhadap kasus yang tidak ada undang - undangnya secara eksplisit berkenaan dengan kasus yang di perkarakan.

Dari sini dapat dikatakan bahwa, walaupun qawaid fiqhiyyah tidak cukup menjadi sumber - sumber independen dalam dalam melakukan ijtihad atau menetapkan keputusan, perannya tidak hanya bersifat konsultatif seperti yang umumnya diyakini, tapi dalam kasus tertentu dapat digunakan sebagai dalil suatu keputusan. Seorang hakim, ketika memutuskan suatu perkara dapat mendasarkannya pada qawaid disamping memiliki alternative sumber - sumber dan bukti - bukti lainnya. Dia dapat mendasarkan keputusannya pada qawaid tersebut yang diturunkan langsung dari teks Al-Qur' andan Hadist Rasulullah SAW. Jadi, seorang hakim memliki alternative pada qawaid ketka tidak ada bukti langsung terhadap kasus yang diperkarakan.

Perbedaan antara Qaidah Ushuliyyah dengan Qawaid fiqhiyyah

Perbedaan antara Ushul Fiqh dan Qawaid Fiqhiyyah adalah, Ushul Fiqh menaruh perhatian utama pada aturan - aturan menterjemahkan teks hukum dan metodologi yang diikuti untuk menurunkan suatu aturan dari teks hukum. Usul fiqh merupakan suatu metode yang diterapkan untuk menurunkan aturan - aturan umum Dari sumber - sumber asli. Misalnya, aturan Amr (Komunikasi dlam bentuk perintah) merupakan kewajiban adalah suatu qaidah ushuliyyah. Semua amalan wajib seperti mendirikan sholat, membayar zakat, dan memenuhi perjanjian, diturunkan dari aturan ini. Aturan itu diterapkan pada semua perbuatan yang status hukumnya wajib dalam islam.

Di sisi lain, qawaid fiqhiyyah diekstrapolasi dari ketentuan - ketentuan fiqh dan menitik berat kan pada upaya mengidentifikasi analogi hukum dan mengelomokkannya ke dalam judul yang sesuai. Aturan suatu yang membahayakan harus dihilangkan" misalnya, adalah kaidah fiqh yang memasukkan semua ketentuan dalam hukum islam dimana menghapuskan hal - hal yang membahayakan dititik beratkan oleh syariah seperti hukum - hukum yang berkaitan dengan konpensasi terhadap pengurusan harta seseorang, hukum mengganti kerugian, hukum Qisas, hukum pre-emtin (dalam istillah fiqh disebut syuf' ah yaitu hak prioritas untuk membeli terlebih dahulu), hak membatalkan kontrak dan lain - lain.semua ketentuan ini telah dikelompokkan secara bersama - sama kedalam satu kaidah suatu yang membahayakan harus dihilangkan. Jadi, ilmu QawaidFiqhiyyah bertujuan untuk mengelompokkan hukum dan pasal yang terpisah - pisah ke dalam satu kaidah umum dengan alasan untuk memudahkan pembaca dala memahami fiqh. Hal ini tidak dimaksudkan untuk menjadi aturan - aturan dan hukum - hukum baru seperti halnya kaidah ushulliyyah. Sehingga fokus Dari Qawaid Fiqhiyyah adalah mengumpulkan adalah mengumpulkan pasal - pasal dan hukum yang mirip yang diarahkan oleh sebab - sebab umum.

Perbedaan antara Qawaid dan Dawabit

Dawabit adalah aturan - aturan standar yang menjadi acuan dan ringkasan dari aturan - aturan fiqh pada tema - tema khusus. Suatu Dabithah (bentuk tunggal dari Dawabit) terbatas ruang lingkupnya dan memberikan acuan secara khusus terhadap satu tema atau bab fiqh. Oleh karena itu, Dabithah memfokuskan diri pada topik - topik individual seperti kebersihan, pemeliharaan, kerumahtanggaan,dan pengasuhan anak, yang hal itu tidak dapat diterapkan ke topik lain.

Berikut ini merupakan contoh - contoh dawabit :

Siapapun yang dilarang karena alasan kekerabatan, dilarang dilarang pula dengan alasan.
Setiap kontrak yang dibuat seseorang, dapat diserahkan kepada orang lain melalui konsep agensi (kekuasaan).
Segala sesuatu yang dapat dideskripsikan dengan waktu, dapat merupakan objek dari kontrak salam.
Ketika tingginya air mencapai dua kaki, maka air itu tidak mengandung Najis.
Dapat diamati dari contoh - contoh diatas bahwa Dabithah memfokuskan penerapannya pada topik - topik individual. Sementara Qaidah, adalah satu aturan umum yang diterapkan pada semua spesifikasi yang terdapat dalam beberapa bab fiqh. Kaidah suatu perbuatan dinilai dari niat dibalik perbuatan itu" misalnya, diterapkan pada berbagai bidang seperti ibadah, transaksi, hukum criminal, dan lain - lain.
Asal dan Sumber Qawaid

Qawaid fiqhiyyah terkait dengan asal dan sumbernya, dapat dikelompokkan kedalam beberapa katagori berikut :

Qawaid yang diturunkan dari teks Al-Qur' andari Hadist Rasulullah SAW. Contohnya, kaidah dasar dari segala perbuatan adalah maksud perbuatan tersebut diturunkan dari hadist yang sangat terkenal : "Innamal A'malu binniyat (yang artinya : Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya). La Darara wa la dirara (yang artinya : suatu yang membahayakan tidak diperbolehkan baik dalam bentuk melakukannya, maupun dalam bentuk menghapusnya dengan bahaya lainnya). Adat kebiasaan merupakan hakim "adat kebiasaan merupakan hakim" diturunkan dari sejumlah teks al- Qur' andan Hadist Nabi SAW seperti QS 2: 228 Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf "(Al- Baqarah: 228). Ayat - ayat al-Qur' anyang memberikan suatu kemudahan ketika mengalami keadaan sulit (QS. 2:185, dan 22:78).
Qawaid yang aslinya adalah Hadist Rasulullah SAW, namun kemudian lebih di kenal sebagai kaidah - kaidah hukum seperti :
a. Siap menerima untung beratii siap menerima rugi.
b. Suatu yang membahayakan tidak diperbolehkan baik dalam bentuk melakukannya, maupun dalam bentuk menghapusnya dengan bahaya lainnya.
c. hukum Hudud harus dicegah jika terdapat suatu keraguan.
d. setiap hutang yang membawa keuntungan bagi yang meminjamkannya adalah Riba.
e. Jangan menjual apa yang tidak engkau miliki.
Qawaid yang berasal dari Ushul fiqh tersebar dalam beberapa bab berbeda pada kitab - kitab fiqh. Kaidah - kaidah ini telah dikembangkan oleh para ulama melalui analisis induksi terhadap ketetapan hukum islam.
Qawaid yang berasal dari Ushul Fiqh (yaitu prinsip - prinsip hukum islam) yang Digunakan oleh ulama fiqh untuk menurunkan suatu ketentuan syariah dari al-Qur' andan
Sunnah, beberapa contohnya sebagai berikut.

Keyakinan itu tidak dapat dihilangkan dengan keragu - raguan. Kaidah ini didasarkan pada Istishab, merupakan suatu prinsip yang terkenal dalam hukum islam
"Adat kebiasaan itu merupakan hakim" Kaidah ini dibangun dari prinsip Urf yang merupakan suatu sumber hukum islam
Ijtihad tidak dapat dibatalkan atau digugurkan degan ijtihad serupa, atau "tidak ada Ijtihad yang dibolehkan kalau ada nushush (teks Qur' anatau Hadits yang menjelaskan hukum itu).
kepentingan umum harus didahulukan dari pada kepentingan peribadi kaidah ini didasrkan pada doktrin Maslahat Mursalah. Qawaid yang didasarkan pada Ushul Fiqh bertujuan untuk Menjelaskan dan mengelaborasi prinsip - prisip ilmu hukum. Mereka Tidak berhubungan langsung dengan ketentuan - ketentuan fiqh.
Sejarah Perkembangan Qawaid Fiqhiyyah

Menurut sejarah ulama mazhab Hanafi adalah yang pertama mengembangkan cabang ilmu fiqh ini. Imam Abu Tahir Al- Dabbas, seorang ulama fiqh terkenal mazhab Hanafi, dikabarkan sebagai orang yang pertama mengembangkan 17 kaidah yang kemudian ditambahkan oleh Abul Hassan Al- Karkhi (Wafat 340 H) menjadi 39 Kaidah. Setelah karkhi Mazhab Hanafi yang lain, Abu Zaid Ubaidullah al- Dabbusi membuat satu thesis tentang qawaid yang mengandung banyak kaidah fiqh. Pada pertengahan abad ke 12 Hijriyah, ulama Mazhab Hanafi lainnya, Allamah Mohammed Abu Sa'id Khadimi, menulis satu buku tentang Fiqh Hanafi yang berjudul Majami' al-haqaid. Beliau mengumpulkan kurang lebih 154 kaidah - kaidah dalam karyanya tersebut.

Artikel Majallah Al- ahkam al- adliyyah (umumnya disingkat menjadi Majallah), suatu upaya pertama sekali untuk mengkodifikasi hukum islam, dikerjakan antara tahun 1870 - 1876 M di masa pemerintahan khalifah Ottoman Turki, dibawah supervise Ahmed Cevdet Pasha (Wafat 1895 M), yang kemudian menjadi mentri kehakiman.

Upaya berikutnya dilakukan pada tahun 1879 M oleh Mahmud B. Muhammad Nasib Hamza (Wafat 1887 M), Mufti Damascus, sebelum berakhirnya Kekhalifahan Turki. Beliau menyusun kaidah - kaidah menurut judul besar yang ditemukan dalam kitab - kitab fiqh dan member judul iktisarnya Al-Faraid al-Bahiyya fil Qawaid wal Fawa'I Alfiqhiyyah.

Dalam kurun abad ke 8 hingga 14 Masehi, beberapa ulama mulai merujuk pada studi kaidah - kaidah ini sebagai al-asbah wan Nazair (kesamaan dan kemiripan) satu alternative judul yang cocok karena fungsinya untuk mengidentifikasi kasus - kasus yang berupa silogisme (ilmu Logika yang terdiri atas 2 kenyataan yang serasi). Karya pertama yang diterbitkan dengan judul al-Asbah wan Nazair adalah miliknya Taj al-din al-Subki (Wafat 911 H) dan Ibn Nujaym al-Hanafi (Wafat 970 H) dengan judul yang sama.

Di samping ulama mazhab Hanafi, ulama dari mazhab lain juga telah berkontribusi pada bidang Kaidah Kaidah Fih ini. Beberapa karya mereka di antaranya :
Qawaid Al- Ahkam fi Masalih al- Anam oleh Izz al-Din Ibn 'Abd al-Salam (wafat 660 H / 1262 M). karyanya dikenal sebagai al- Qawaid al- Kubra .
Anwar al- Baruq fi anwa' al- furuq, oleh shihabal- Din al- qarafi (wafat 684 H / 1285 M).
Al- Mudhhab fi Dabt Qawa'il al- madhhab oleh Muhammad B. Abdallah B Rashid al- Bakri al- Qafasi al- Maliki (wafat 685 H / 1285 M).
Al- Qawaid al- kubra fi Furu' al- Hanabila,oleh najm al- Din Sulaymanal- tufi (wafat 710H / 1310 M) .
Al- Asbah wan Nazair oleh Muhammad B. Umar al- shafi'I, lebih terkenal dengan Ibn Wakil (wafat 716 H / 1316 M).
Al- Qawaid oleh Abu Abdillah Muhammad B. Muhammad B. ahmad al-Maqqari al- Maliki (wafat 758 H / 1356 M).
Al- Majmu' al- Mudhhab fi Dabt Qawaid al- madhhab oleh Salah al- din Khalil B. Kaykaladi al- Shfi'I, lebih dikenal dengan al- ala'I (wafat 761 H/ 1359).
Al- Asbah wan Nazair fi Furu' al- fiqh al- Shafi'i, lebih dikenal dengan Al- Ala'i (wafat 761 H / 1359 M).
Al- Asbah wan Nazair adalah oleh Taj al- Din al- Subki (wafat 771 H / 1369 M).
Taqrir al-Qawaid wa Tahrir al- Qawaid oleh Abu'I Faraj' Abd al-Rahman ibn Rajab al- Hanbali (wafat 790 H / 1387 M), juga direfer sebagai al- Qawaid fi' I Fiqh al- Islami.
Al- Manthur fi Tartib al- Qawaid Fiqhiyyah, oleh Badr al- Din Muhammad B. Abdallah al - Zarkashi (wafat 794 H / 1391 M).
Al- Qawaid fi' I fiqh oleh 'Abd Rahman ibn Rajab Al- Hanbali (wafat 795H / 1392 M).
Asma al- Maqasid fi Tahrir al- Qawaid oleh Muhammad B.Muhammad al- Zubayri (wafat 808 H / 1405 M).
Al- qawaid Manzumah oleh shihab al- Din Ahmad B. Muhammad al-Shafi'I, lebih dikenal sebagai ibn al- Ha'im (wafat 815 H / 1412 M).
Al- Qawaid oleh Taqi al- din Muhammad al- Husayni al- Hisni al-
shafi'I (wafat 829 H / 1421 M).
Nuzm al- Dakhair fi' I Ashbah wan Nazair oleh Al- Rahman B. Ali Maqdisi (wafat 876 H / 1471 M).
Al- Qawaid wa'I Dawabit oleh ibn Abd al- Hadi (wafat 880 H / 1475 M).
Al-Asbah wan Nazair oleh Taj al-Din al- Suyuti (wafat 911 H / 1505M).
Tidak ketinggalan dari ulama Sunni, Ulama Syiah juga telah membuat kitab kaidah - kaidah Fiqh. Karya pertama ulama Syiah tentang kaidah - kaidah Fiqh adalah Al-Qawaid ditulis oleh Allama al- Hilli (wafat 726 H), kemudian diikuti oleh al- shahid al- Awwal Jamaluddin al- Amilis (wafat 786 H) dengan Al- Qawaid wal Fawaid yang mengandung lebih dari 300 kaidah.

Syekh Mustafa Ahmad Zarka telah berkontribusi besar terhadap ilmu kaidah - kaidah fiqih. Beliau tidak hanya menerjemahkan Qawaid al- Majallah, tapi telah membuat edisi yang sangat berharga terhadap daftar Qawaid yang ada. Karya - karya seperti Muhammad Ibn Muhammad Nasib Hamza berjudul: " Al-Faraid al- Bahiyyah fi al- Qawaid wa al-Fawaid al- Fiqhiyyah", Muhammad Siddiq al- Burnu berjudul alwajiz fi Idah Qawaid al- Fiqhiyyah", dan kurdi "al- Qawaid al- Fiqhiyyah" adalah diantara beberapa karya - karya modern dalam bidang Qawaid Fiqhiyyah.